Ironi

beberapa waktu lalu saya pernah menulis status seperti ini..

apakah kamu sudah cukup kuat mentalnya untuk berbisnis?? dengan segala hati dan perasaan di dalamnya? dengan deadlinenya? dengan segala hambatannya?? jangan tanya uangnya sih.. kita semua pasti selalu kuat mentalnya untuk menerima uang.

dan status ini mengundang seorang sahabat saya bertanya langsung ke hp saya. dia bilang kenapa saya nulis kaya gitu?? emang saya bisnis apa? dan lain-lainnya hingga kami pun berbincang lama sekali soal bisnis. dan terakhir dia memberikan masukan soal bisnis itu sendiri.

lalu saya terdiam. dan saya pun menjawab smsnya dengan kata-kata berikut ini..

'iya neng gw ngerti teorinya mah. ironis kok. baru aja gw ngasih masukan pada si A dan si Z soal yg lu bilangin td. dan malam itulah jg gw kena masalah ini. isn't it ironic?? seperti psikiater yang gila, dokter yang sakit, dan Ligwina Hananto yang punya utang*.hahahaha!'

*Ligwina Hananto adalah seorang financial advisor*

mungkin disitulah letak ketidaksempurnaan manusia. dan ketidaksempurnaannya itu kadang begitu ironis..

seperti..

psikiater yang gila..
penyiar yang pendiam..
dokter kecantikan yang jerawatan..
fashion police yang salah kostum..
CIA yang comel..
konsultan pernikahan yang bercerai..
aktifis anti narkoba yang tertangkap basah pesta shabu-shabu..
ahli matematika yang tidak bisa berhitung..
ustadz yang tidak bisa mengaji..
guru TK yang membenci anak-anak..
aktor yang tidak bisa berakting..
Rebecca Blomwood yang jadi financial advisor..
fitness trainer yang gembrot..
...
...
...

dan bukan tidak mungkin ironi yang terjadi itu ada dalam kehidupan sehari-hari. bukan hanya tidak mungkin tapi mungkin banyak!! ;)

hmm.. walopun saya adalah manusia yang tidak sempurna. tapi semoga saya adalah manusia yang berada di jalurnya dan menjalani kehidupan sesuai dengan porsinya. hidup bahagia, dan hidup membahagiakan. jika itu tercapai, setidaknya manusia tak sempuna itu pun mungkin akan merasa hidupnya sempurna.


By:Manik Wiratamidjaja/Transisi

Harga sebuah penghargaan

Menghargai yang tidak disukai adalah pengertian,
menghargai yang disayangi adalah perhatian,
pengertian dan perhatian adalah wujud menghargai,
baik suka maupun tidak!
Kata...
sikap...
tawa...
pikir....
adalah wujud penghargaan mu..
dan penghargaan menentukan nilai mu..
nilai mu menjadikan penghargaan ku..


By:Hendrik Silitonga/Skandal

Sejati

Kemarin, kini dan esok, manusia sejati berusaha ingin di akui oleh lingkungannya. Dari apa yang ia dapat, besar kecil, baik buruk, benar salah, berharga atau tidak, sengaja atau tanpa disadari, pasti ada yang ia berikan dan bagikan kepada keluarga dan sahabatnya. Tanpa disadari ia sedang mencari apresiasi atas dirinya. Mencari eksistensi tanpa batas pasti. Bayangkan ada berapa miliar manusia di bumi yang sama-sama mencari eksistensi. Saat itulah terjadilah benturan antar kepentingan masing-masing, disinilah mulai terjadi persaingan antar manusia. Di setiap sudut kehidupan pasti ada persaingan. Tak jarang persaingan tersebut bergesekan dan terjadilah konflik. Entah itu konfik batin atau bahkan konflik lahiriah.

Hingga diperoleh insan-insan manusia yang terpilih sebagai manusia yang lolos dari seleksi alam raya ini. Seleksi yang ia dan kita lewati saat ini. Inilah sebuah proses panjang sebuah capaian. Proses yang selalu diakhiri dengan ujian yang terasa sulit. Ujian bisa datang dari sang pencipta langsung seperti bencana misalnya atau bisa saja diwakili manusia lain dengan membuat masalah-masalah sehingga kita harus menyelesaikannya, dengan batasan waktu. Lagi-lagi ia lulus, tapi entah dengan manusia-manusia yang lainnya. Proses ini merupakan salah satu titik saja dari garis panjang rangkaian proses dalam hidup manusia. Rangkaian proses yang bertingkat-tingkat tanpa puncak.

Pastilah terasa berat untuk dilewati, apa lagi ujung perjalanan ini adalah kematian yang tidak ada jawabannya kapan. Berat, terjal, banyak air mata dan penuh keringat bahkan sempat terjatuh dan terluka untuk berjalan di atas garis perjalanan manusia. Bila dilihat dari jauh sebuah trek yang ia lewati, ternyata ia sedang menanjak. Menanjak menuju titik kesuksesan. Dan ia berhasil mencapainya, tentu dengan perjuangan dan pengorbanan, serta dengan ucapan keluh dan harap yang ia tidak sadar telah didengar Tuhan sebagai doa. Ia lupa bahwa kesuksesan itu hanya sebuah titik puncak. Dimana ia pasti kembali turun atau tidak sengaja sesekali terperosok dalam kebawah jurang. Namanya manusia sejati. Pasti akan ia daki kembali titik-titik kesuksesan yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Ketika kita sedang merasa tanpa beban, hidup indah dan tenang, kita sedang ”berjalan turun” dan saat kita bermalas-malasan maka kita sedang meluncur tanpa hambatan ke dasar jurang. Oleh sebab itu terus mendakilah sepertinya. Hidup seperti manusia sejati.

00:50-29052009-
By: ARYA/Fase

Cerita,part 1

setiap orang memiliki hal yang menjadi paling favorite ketika bertemu orang lainnya.
ada satu temanku yang hampir setiap 5 menit sekali bertanya "ada upil" sambil memperlihatkan lubang hidung nya yang bersih.
ada pula temanku yang paling senang mendaratkan bibir basahnya dipipi sahabat-sahabatnya, yang kemudian diprotes oleh sahabatnya, walaupaun toh mereka pasrah juga.
ada pula temanku yang akan dengan senang hati melontarkan hujatan, sindiran tajam kepada orang yang baru ditemuinya dan tidak disukainya.
ada pula temanku yang paling bisa mengambil hati orang yang baru berkenalan dengannya 5 menit lalu seolah mereka sudah saling mengenal for years...
dan aku, aku paling senang menceritakan masa kecilku ketika aku mulai bisa mengingat.

aku adalah seorang gadis cilik yang baru mulai mengenal apa itu dunia. siapa mereka, siapa aku. sejak aku mulai bisa mengingat semua orang saling meng-iya-kan bahwa aku bukan anak dari kedua orang tuaku tempat aku biasa menghabiskan malam bersamanya di sebuah kasur ukuran 200x200 dan berakhir dengan bau pesing yang aku sebabkan sendiri di pagi hari.
bangun tidur, mandi, makan, main sampai mamah menjemputku untuk mandi sore. itulah kegiatan sehari-hariku yang penuh dengan kesibukan yang luar biasa. setiap amah mengajakakku untuk tidur siang, aku selalu menyelinap keluar rumah untuk bermain.
Dan aku selalu menyesal, begitu banyak permainan yang belum pernah aku mainkan! begitu banyak permainan jamanku dulu kini mulai tersingkirkan oleh olah raga jempol dan mata yang biasa dikenal dengan sebutan PS.

ingat sekali aku kunjungan wisata bersama kedua orangtuaku ke beberapa tempat wisata karena memang aku ingat, dan karena faktor lain yaitu FOTO.
sepertinya titel BANCI kamera sudah melekat pada diriku jauh sebelum aku bisa mulai mengingat. dan aku menyukainya.
aku juga ingat sekali, setiap kali papahku pulang, kami dan beberapa keluarga tetangga ikut berwisata. hingga pada suatu kali, mobil yang kami tumpangi mogok pas di TANJAKAN. satu hal yang mematrikan trauma pada diriku yang masih rapuh.
suatu kali, keluargaku hendak pergi berwisata dan aku lebih memilih untuk ikut bertamu dengan orang yang tetangga2 ku bilang "ibu" ku. kedua orang tuaku berusaha untuk membujukku dengan mengantarkan ibuku itu ke tempat tujuan supaya aku bersedia untuk ikut berwisata. tapi aku bukan seorang yang mudah dibujuk. aku adalah orang yang bertekad, dan aku sudah memutuskan dari sejak pertama bahwa aku tidak ingin ikut wisata. dan VOILA!


aku terduduk di sebuah ruang tamu yang tampak membosankan. tapi aku tidak bosan. aku tidak mengerti apa yang ibuku dan temannya bicarakan. tapi aku tidak bosan untuk mendengarkan.
sepulangnya, kami harus berjalan cukup jauh, karena orangtuaku tidak menjemput kami. tapi aku tidak bosan.

semua orang bercerita betapa serunya wisata mereka dan aku tetap tidak merasa bosan dengan kunjunganku bersama ibu.


By:Vitasari Annisa

Pagi Yang Gelap

Lebih tua dari ku
Harap sabar menunggu
Kepulangan mu ku tunggu
Bukan maksud ku mendiam
Tiada niat menyimpan dendam
Hakikatnya rindu yang mendalam
Jalan inikan membantu
Hari esok siapa yg tahu
Kata ibu dengar sahaja
Cerita hanya kita berdua

Chorus:
Pagi yg gelap kini sudah terang
Aku adik mu dan engkau abang
Ku amat merindui kan mu
Pagi yg gelap kini sudah terang
Aku adik mu dan engkau abang
Ingin ku ulang kemasa dulu


Tak akan putus hubungan kita
Tarik nafas lega kerna aku tak apa apa
Jalan inikan membantu
Hari esok siapa yg tahu
Kata ibu dengar sahaja
Cerita hanya kita berdua


By:Hang Dimas/Hujan Band/Transisi

Cerita,part 2

jujur, aku seorang yang sangat suka bermain. permainan apapun, dimana pun. bukannya ingin menyombongkan diri, aku memang dikenal sebagai si kecil yang rendah hati dan baik budi. aku bisa fit diamana pun aku berada. permainan apapun yang "in" di dunia anak2, aku bisa dengan cepat menguasainya.

sebut saja satu tempat yang pernah aku dan keluargaku tinggali selama kurang lebih 1 bulan di wilayah timur pulau jawa. sebuah rumah sederhana yang terletak tepat di samping rel kereta api yang biasa dilewati kereta tebu tepat pukul 7 setiap paginya.
walaupun aku kurang memngerti abhasa yang mereka gunakan, tapi naluri anak2 ku bisa menangkap maksud mereka denngan baik. dalam 1 kurun waktu 1 minggu, aku sudah bisa berhitung dalam bahasa mereka dan kami sudah saling mempelajari permainan dari masing-masing daerah. sungguh cepat sekali daya serap belajar seorang anak.

pernah juga selama 2 minggu aku tidak bermain bersama anak seusiaku karena selama rentang waktu tersebut, aku harus mengikuti kedua orang orangtuaku untuk tour jawa-bali. dari ujung kulon sampai k bali. aku bangga karena aku bisa bertahan selama itu tanpa ada teman sebaya.

aku bahkan mulai terbiasa bergaul dengan orang-orang yang usianya jauh di atas ku karena memang usia mereka yang sudah jauh di atas ku.
bukan aku jika tidak ada satu hal pun pelajaran yang bisa kuambil. contoh kasus:
aku mengakui usia ku yang masih dini saat itu. begitu pula orang-orang disekitarku. dengan demikian jelas di antara kami ada pengakuan satu sama lain jikalau aku adalah satu-satunya pihak yang paling kosong jadwal hariannya. walhasil
1. dapet oleh2 karena dah nemenin "senior" kencan alias jalan2.. (namanya juga jaman dulu, masih kagok klo jalan b2)
2. dapet upeti tiap abis nganterin nyari tipe-x buat mesin tik (dulu masih jamannya mesin tik BOW!)
3. perut kenyang abis nyobain masakan experimen yang rasanya g pernah gagal, cmn bentuk aja yang kurang pas,... hehehheehe
4. jangan tutup telinga ketika ada dua atu lebih orang dewasa sedang mongobrol, karena itu bisa kita jadikan studi banding kelak kita gedean dikit.
5. silaturahmi tuh sangat baik buat kesehatan jiwa dan raga. (jiwa karena ketemu, raga karena bergerak untuk bisa bertemu)
6. jangan pernah meremehkan anak kecil karena sedikit banyak mereka mengerti apa yang sedang terjadi.
7. bukan hanya orang dewasa saja yang pintar korupsi! (khusus point yg satu ini patut mendapat perhatian extra!!!)

dan masih banyak pelajaran yang bisa diambil seorang anak kecil yang biasa kita sebut dengan panggilan bocah!

WASPADALAH !!!!


By:Vitasari Annissa/Air

200 Titik iklan murah di Cirebon!!!


teman-teman dimana pun berada,siapa tau ada yang mau pasang iklan di Cirebon,gw punya perusahaannya nih...jenis iklannya neon box ya..ada 200 titik lho..gw kasih harga special lah..kasih tau ya ke temen2 yg lain,barangkali ada yg punya perusahaan di Cirebon..thanks!

By:Soni Sontani/Transisi

Cerita,part 3

sebetulnya, saat ini aku masih dalam proses membaca sebuah buku tentang cermin. lebih tepatnya tentang seorang anak yang sedang bercermin dan bertemu malaikat yang tidak jauh berbeda dengan dirinya ketika dia menatap cermin.

aku teringat sebuah kisah dimana aku, ketika masih kecil tentu saja, mendapati diri didepan cermin. kutatap wajahku pekat, kutelusuri mataku lekat, dalam sekejap aku segera menutup kedua mataku dan memalingkan wajahku dari cermin. aku tidak mengerti kenapa. tapi aku hanya bisa merasakan sebuah rasa ketakutan yang teramat menyaksikan sebuah ruang gelap yang tak terhingga dalamnya dan hampir saja aku tersedot ke dalamnya.

kualihkan perhatianku dari cermin kepada sebuah buku tulis yang berisikan kertas garis dua yang masih belum ditulisi. terinspirasilah aku untuk menuangkan ide-ide yang penuh menjejali kepala mungilku.

aku ingat sekali, sejak masih duduk di bagku taman kanak-kanak, aku sudah bisa membaca koran, walaupun untuk menghabiskan satu rubrik kolom saja rasanya sangan menguras habis tenagaku, tapi tetap kulakukan dengan intens. bahkan ketika aku menduduki bangku SD, kelas 1, aku sudah bisa membaca dengan tulisan yang posisinya 180 derajat berbeda dengan sudut pandangku.
sepertinya kedua hal tersebut semakin memunculkan minatku dalam bahasa indonesia. aku mulai menyenangi puisi dan senang membuat puisi sendiri. aku menulis puisi kapan saja dan dimana saja. di kertas pembungkus gorengan, tembok, dimana saja.

saat itu aku lupa dengan masalah cermin yang selalu membuatku merinding.

aku terlalu asyik dengan dunia baruku yang menurutku jauh lebih berwarna daripada sekedar sebuah ruang yang hitam pekat diselimuti hawa dingin menusuk yang membuat bulu kuduk siapapun merinding. aku mulai lupa.

aku mulai mengembangkan minatku pada hal-hal yang berbau sastra seperti lagu, buku cerita anak, bahkan sedikit banyak aku sudah memberanikan diri untuk membaca sebuah novel petualangan pendekar naga geni 212. diantaranya, minatku semakin besar terhadap dunia tarik suara karena sepotong kalimat yang diutarakan kakakku tentang nada dan irama sebuah lagu. aku lupa lagi persisnya seperti apa, tapi kurang lebih seperti berikut :"untuk bisa menynyikan sebuah lagu, kita harus bisa merasakan iramanya. jika bisa seperti itu maka tidak ada satu lagupun yang tidak bisa kita nyanyikan."

kubanting stirku dari penikmat sebuah karya sastra menjadi pencipta. aku mulai menulis begitu banyak lirik saat masih duduk di bangku kelas 4 SD. aku mulai menyanyikan banyak lagu untuk menginspirasikan rangkaian nada bagi deretan syair yang telah kutulis. begitu bangganya aku pada hasil ciptaanku. begitu bangganya aku hingga membuatku jatuh terpuruk atas hujatan mereka terhadap karya-karya terbaikku.

marah?? tentu saja aku marah. aku lampiaskan semua kemarahanku melalui suaraku! tak perduli orang berkata apa akan suaraku, tapi suaraku bisa melepaskan endorfin diri. aku bahagia.

Sekali lagi kutatap cermin. aku lupa betapa mengerikannya sebuah jurang tak bertepi yang selalu menghiasi bola mataku di cermin.


By:Vitasari Annisa/Air

Setiap saya kesasar pasti saya temukan jalan baru

saya berlari sungguh tidak jauh.
bahkan keringat pun tak ayal muncul.
tapi saya lelah.
sangat lelah.
#butuh ruang dan waktu untuk sekedar mengambil nafas

don't have a man, but so the hell what!
(suddenly it occured that the sentence was the BAD idea!)
saya datang dengan persiapan kalimat-kalimat untuk disampaikan.
but as it does.
HILANG!
bahkan saya gak tau mesti ngomong apa di depan dia! *sigh
3 kalimat terakhir "maafin-jara-ya"
oh, what a DARN!Rata Penuh
saya masih tidak bisa menerima bahwa kamu berubah jadi semacam dangdut!
kamu pikir saya tidak tahu kamu akhir-akhir ini?!
saya kira saya datang, kamu bisa tersenyum.. ternyata saya dapatkan hedonis keegoisan dan kekesalan kamu! (dan memang saya pantas dapatkannya)
yang lebih sial lagi, saya dapakan gigitan anjing di rumah kamu itu!
(aaRRRRKKHHHH!! sungguh ingin teriak kencang tapi saya malu!) (gengsi lebih tepatnya)
lalu saya pergi terpincang-pincang (karna tidak berlari)
huh

and i wondered, what happened when it stop pretending? what happened to the relationship?
he couldn't love me anymore, because i weren't the I AM he said i were.
he was free to leave. YOU WERE FRAUD!
he sighed as if said that he understood things hadn't been easy for me, but he just gave me more and more pressure to just bring it with.
(i forced mysef not to look into my eyes where we each saw the well of sadness #iya gitu? haha)
(what the hell! you don't even look into me!!)
what kinda gurl i am?! he's the one who i let see all my sides, not just a pieces! he's the one who'd listen to my dreams with his eyes closed as if visualizing pictures of what i said! he was always like he could smell what i was thinking! i loves the way he talk as much as he listen to me! we're means the world for me.. and how great we are together!
O, GOSH! he doesn't even need A WORD!
(maybe sword for killing me softly!)
(dan sesungguhnya saya rela!)

i was busy trying to kill the illusion.
kamu. umi. aba. adik-adik saya. kuliah saya. obor. OH, CUKUP!
i can no longer breathe because i'm dying. i was tottaly smitten by.

i didn't want too see him. to be reminded of what had happened.
biarkan saya yang datang untuk kamu.
(jika kelak saya sanggup) (dan harus sanggup!)

dan lalu dijalan bertemu ibu yang sengaja cerita tentang anak lelalki kesayangannya yang baru aja meninggal karna kecelakaan motor.
dan dia sungguh tersengguk-sengguk.
(saya inget umi..)
sesungguhnya saya pergi bukan untuk dia.. tapi untuk kalian..

omegle.com
then i told to strangers.. all the things had happened..
he was Ken, 24yr, Pennsylvania
"Oh, dear. it's not that bad. it's just been so much drama. Listen, if it's any consolation at all, let me just tell you that you'll get through this. you have to back home now!"

that i'll get through this..
and back to home..
and face it..
(then he said that "we are" too much)
yes, we're to demanding, too in my face, too successful and too heardheaded!
but i'll get through this..

saya di rumah..
dan menemukan jalan baru itu..
semua tampak lebih baik (Alhamdulillah..)
sejenak saya menghirup ke-"RUMAH"-an kembali..
semoga semua akan baik sebaik-baiknya...

jika kelak saya amnesia, tolong kamu ingatkan saya akan :
Sandy Memanasty , kamu temani saya hingga pagi hari! kamu bahkan seperti merasa isakan saya, dan kamu dengar saya.
Rifky Satya Nurhakim , kamu? Ah, saya tidak punya kata untuk itu! saya rindukan jam6pagi saya oleh kamu!
Wisnu Tresna, kamu terus beri saya pesan "kuliah ga, jar?" haha.. dan terimakasih untuk pundaknya (yg lebih nyaman daripada sandy atau batu)..
Prastina Dwi Utami , Oh, Dear! No matter we know each other lately! tapi sungguh kamu terlalu perhatian untuk saya! sungguh saya suka kamu!
Adiezta Panjiesha Ardiwilaga , aahh.. sungguh gila saya untuk kamu dizztaaa... demi apapun itu kamu memang yang "paling"!
Dyah Apriastuti Heryati Putri , oh darl.. i'm sorry that it hurt you..
Ruth Pricilla DP , saya sayang kamu juga.. doa kamu bantu saya sangat..
Kerlinda Restu , Indah Euis Atikah , Rizki Muhamad Novianto , Intan Fresty , dan nama-nama lainnya ..
Choirul Coco Akbar Suwito , Ka vivi , Dandy Kurniawan Suwito , Fidi Nila yang ikut khawatir juga.. (hehe)
sungguh banyak terimakasih, fella..
terimakasih dan maafkan saya yaa..
terima kasih..
and i heart you..


By:Zara El Maulida/Fase

NENG NURUL, SURYAKANTA MANG HAJI AMIN, JEUNG KIKIR HUNTU KELONGWEWE

Hiji mangsa, nyarita kuring ka Neng Nurul nu keur gogolehean di teras imah Mang Haji Amin. Harita panon poe geus dek miang diganti peuting nu caang, da rumasa ieu tanggal 14. Geus wancina bulan katempo pinuh di juru langit. Sok kuring nyarita. Kieu caritaan kuring teh.

“Neng, kumaha lamun akang jadi panon poe nu datang pa sosore kieu?”, ceuk kuring bari nyerengeh rada cunihin.

“Na terus kumaha kang?”, tembal Neng Nurul semu heran. Teu ngarti kana pimaksud kuring.

“Nya terus weh... akang jadi panon poe..”, tembal kuring bari ngaleos indit. Rada Ambek.

“Eh kang, eta gening panon poe teh meni endah kitu katinggalna. Asa kurang waas mun eta panon poe teh kudu jiga akang”, ceuk Neng Nurul nu nyieun kuring balik deui diuk gigireun manehna.

“Ehm...,nya kang... eta panon poe pasosore kieu.. meni endah pisan katinggalna teh..”, ceuk Neng Nurul tuluyna, nu harita teu disangka-sangka boga daging jadi luhureun ceulina. Atuh da karasa so teh manehna ngomong kitu bari nyarande kana taktak kuring. Pas pisan eta taktak nempel dina luhureun ceuli Neng Nurul.

“Neng, geuning taar enang teh asa karaos hareeng?”, ceuk kuring bari ngarampa tarang Neng Nurul nu aya tapak getih sesa jarawat nu kakoet kurampaan kuring.

Neng Nurul terus hudang. Manehna nyabok ka kuring, bari tuluy ngambek.

“Na ari sia teu nempo? Heh? Ari sia teu ngarasa dina tarang kuring aya jarawat? Heh?”, beungeut Neng Nurul katempo ambek pisan.

“Aduh punten neng... teu katinggal..”,ceuk kuring tutuluyan bari nyunyuuh kan lahunanna.

“ Ehm, haneut kieu lahunan Neng Nurul..”, ceuk kuring dina hate bari karasa yen hulu keur digebugan ku peureup Neng Nurul nu camperenik. Atuh eta rasa digebugan teh meni asa dipepende. Dug kuring sare.

#

Panon poe surup. Kuring sare dina lahunan Neng Nurul nu keur ngagebugan hulu.

“Neneng! Keur naon eta maneh mepende si Usep?”, ceuk Mang Haji Amin ka Neng Nurul bari mamawa suryakanta*. Duka keur naon eta mang haji mamawa suryakanta.

“Ieu Mang Haji... Kang Usepna nu pingsang dina lahunan abdi bati digebug mastakan. Dupi Mang haji nanaonan nyanyandak suryakanta kitu pasosore kieu? ”, ceuk Neng Nurul, da teu rumasa aya nu salah tea.

“Teu penting nanaonan kuring mamawa ieu suryakanta. Nu pasti kuring nempo maneh jeung si Usep keur paduduan bari teu ngeunah katempona tikajauhan. Untung aya ieu suryakanta. Jelas katempo tikajauhan ge, yen maneh keur mepende si Usep.Bari jeung ngusapan huluna sagala”, ceuk Haji Amin bari tuluy keneh nempo ka Neng Nurul.

“Astagfirullah Neneng, eta bisul bucat dina tarang meni gede kitu??! Gancang diubaran bisi inpeksi..”, ceuk Mang Haji bari tuluy nempo make suryakanta.

“Sanes bisul ieu mah da... Jarawat, mang haji...”

“Maenya jarawat kuat ka gede kitu???bisul eta mah...”, tembal mang haji bari angger eta suryakanta dipapake.

“Leres jarawat eta mah mang haji”, ceuk kuring nu ngarasa situasi geus teu genah deui. Pangpangna mah lahunan Neng Nurul geus karasa panas.

“Na geuning sia hudang Usep?! Keur nanahaon sia sasarean dina lahunan si Neneng??! Jeung naha sia bisa yakin eta dina tarang si Neneng teh jarawat lain bisul? Jawab Usep! Buru jawab!”, kitu ambekna Mang Haji Amin teh bari angger eta suryakanta dipapake.

“Naon sia ngajebengan ka aing Usep?!”

“Saha nu ngajebengan mang haji?? Da lambey abdi mah tos kieu ti kudratna...”, ceuk kuring bari tuluy hudang.

“Nya enggeus... Ayeuna maneh balik Neneng! Panon poe geus surup. Bisi diculik kelong wewe maneh. Maneh Usep, pangageroankeun eta tukang jeruk kadieu..”

“Mangga mang haji...”, ceuk Neng Nurul bari terus indit saengeus ngangsrodkeun erokna ka luhur

(naha ieu carita teh jadi semu jorang baraya? Hihi.. Keunlah,urang teraskeun... dugi kamana tadi nya? –AW)

Sok kuring ngomong ka mang haji Amin, “Mang Haji.. na dimana aya tukang jeruk?”

“Na ari sia teu nempo? Tuh, dipapanggul sakitu lobana dina tanggungan sayur???”, ceuk mang haji nu ambekna bijil deui.

“Baruk, eta mah leunca mang haji... sanes jeruk”, ceuk kuring bari kacida bingungna ku tetempoan Mang Haji Amin poe ieu.

“Maenya leunca gede kitu?? Mang! Eta jerukna sakilo!”, ceuk mang haji nu terus ngadeukeutan tukang sayur nu sarua bingungna dipenta jeruk ku Mang Haji Amin.

“Ieu den haji? Ieu mah leunca sanes jeruk... cobi atuh eta suryakantana disimpen heula...”, ceuk si emang sayur bari seuri.

“Oh enya... sugan uing teh jeruk.. pantes naha jeruk teh harejo kitu, sugan jeruk atah kitu”

“Eh, manawi teh mang haji nuju damang...”, ceuk kuring bari terus ngaleos nyusul Neng Nurul nu dirasa-rasa mah can jauh inditna.

#

Numatak tong loba dirasa-rasa. Neng Nurul geus teuing kamana. Kuring sosoranganan leumpang di pipir kamalir Ajengan Udin. Langit geus poek mongkleng. Bulan nu ditunggu-tunggu bakal nembongkeun awakna can wae datang. Meureun manehna keur nyumput tukangeun mega nu peuting ieu karasa leuwih hideung batan ilaharna.

“Naha rarasaan teh asa muringkak bulu punduk nya?”, ceuk kuring dina hate bari bulak-balik nempo ka tukang.

Ti kajauhan sora anjing babaung kadenge jentre pisan. Maklum da geuning geus peuting ieu teh. Jadi inget kuring, yen kudu ngaliwat ka kebon awi heula saacan nepi ka imah teh. Ceuk beja ti kolot baheula, eta kebon teh sesa pameuncitan jelema keur jaman PKI. Bulu punduk beuki muringkak.

“Si koplok teh! Beut kudu inget carita eta”, gerentes kuring dina hate.

Sora jangkrik silih tembalan. Asa aya nu niup tukangeun ceuli, singhoreng angin nu ngahiliwir ti tukangeun tangkal awi nu ngagupayan. Babaung anjing beuki kadenge jentre.

Kuring nyidik-nyidik naon eta nu ngagupayan, singhoreng lain awi tapi Neng Nurul nu keur leleson di kebon awi.

“Nanahaon eta awewe teh leleson di kebon awi peuting-peuting? sugan teh geus balik”, ceuk kuring dina hate.

“Neng! Nanaonan didinya... hayu urang mulang...”, kuring ngagorowok bari sok ngadeketan ka eta tangkal awi.

Singhoreng lain Neng Nurul nu ngagupayan. Tapi kelong wewe. Make baju bodas panjang. Buuk raweuy. Huntuna sihungan.

“Hag, siah... geus lila kuring teu ngadahar lalaki ngora jiga anjeun”, ceuk eta kelong wewe bari tuluy seuri ngabangingik. Kuduna mah ceurik nu ngabangingik teh. Keun, da manehna mah kelong wewe. Bebas.

Tapi kuring teu eleh geleng. Tuluy kuring ge ngarumbaykeun buuk nu tadi dibengkeut na jero krepus**.
“Na, sia sangka kuring sieun?! Sarua kuring oge! Geus lila teu dahar kelong wewe jiga sia”, ceuk kuring bari ngikir huntu ngarah aya sihungan. Sora jangkrik silih tembalan. Babaung anjing beuki jentre.


PCI2 C4 12| 00:29
By:Anggawedhaswhara
/Realita

*Suryakanta = Lup / Kaca Pembesar
**Krepus = Kopiah / Peci penutup kepala

Tak masuk akal!

bagaimana lagi..
cintaku tak bisa hilang
seberapa kali kau meradang
malah membawa nama tuhan dalam
amarah yang kau cecari aku..
hanya karena aku tak mempercayai alasan
dan beberapa pertemuan itu
seberapapun amarah segiri besarnya
hatiku selalu diliputi rasa itu..
rasa yang menjadi tidak masuk hukum
bagi kali tambah kurang..
bahkan saat kau bilang kata kata
ajaib dan mengherankan itu
yang sepertinya tidak pernah
terlintas sekejap sejenak apalagi semayam..
semuanya jadi tidak masuk akal..apa mau dikata
aku ngeri juga terhadap diriku
karena hati ini tak bisa lepas dari ingatan padamu
diam diam akalku pun menertawai
sejak kapan hati mampu ingat
tak masuk akal.. aku orangnya
karena hadirnya rasa itu

11 oktober 2009

By:Fahmi Farhan Akbar/Magis

Dahsyatnya Duduk Simpuh

Duduk Simpuh atau disebut duduk pembakaran atau duduk Iftirosh atau juga bisa disebut duduk sinden merupakan salah satu duduk yang sangat canggih, memiliki effect yang luar biasa dan manfaat yang mengagumkan untuk merawat kesehatan tubuh manusia dengan cara yang murah, mudah, tetapi efektif.

Jika kita lihat siapa sih yang mengamalkan duduk ini dan yang menjadikannya [...]


By:Febie Zauhari/Transisi

Menjauhi ketenangan

hai..
tapi aku pasti mengganggumu
tidak..aku sudah begini sedari dulu
apakah aku seberuntung itu
mungkin.. kita bisa layaknya sepasang
sebenarnya akupun menginginkan ini
oh tidak..dia meradang
akupun bisa meradang
oh tidak..dia bertaji..
akupun bisa memotongnya
jangan..dia berjampi
kuhadapi dengan doa
..tapi..kita hidup dalam impian
dan..dalam hatiku ada lainnya terhubung dari masa lalu
tak masalah aku memaafkan
juga..yang lain pula karena kesenanganku
tak mengapa itu sekedarnya rasa ingin tahu
kini.. dia mengancam akan menghancurkan
aku tak gentar karena keinginanku adalah batu karang
mengapa.. kau bersikukuh menghancurkan hidup yang telah kurajut
apa jawaban yang harus kuberikan
pergi..menjauhlah..kau dari ketenangan hidup
baiklah jika kau tidak nyaman denganku
...
maafkan aku karena kau jadi tak tenang..


bandung 11 oktober 2009


By:Fahmi Farhan Akbar

SIMPLIFY COMPLEXITY

Dalam perjalanan dari Padang menuju Kabupaten Padang Pariaman, saya terlibat dalam sebuah percakapan dengan seorang sahabat. Setelah beberapa topik kami bahas, dia berkata, “Jay, lu itu orangnya simple banget yah!” Spontan saya menjawab, “Ngga, gw bukan orang yang simple.”

Kemudian saya teringat beberapa waktu yang lalu ketika dokter mengatakan bahwa saya hanya boleh mengkonsumsi jenis makanan tertentu saja, saya menurut dan akhirnya saya mengalami kejenuhan. Saya bilang pada kakak saya, “Saya stress dengan makanan saya.” Kakak saya mengomentari dengan kalimat, “Da, kumaha sih hirup teh? Maenya dahar wae stress?” (Da, gimana sih hidup itu? Masa makan saja stress?). Waktu itu saya tertawa, kakak saya benar. Orang di luar sana tidak makan, sementara saya stress karena jenis makanan saya yang itu-itu saja. Sungguh inappropriate… Akhirnya saya berhenti rewel, kemudian mulai terbiasa dengan makanan saya. Kelihatannya simple kan? Stop complaining, start enjoying. Saudaraku, melaksanakannya sungguh tidak sesimple itu...

Saya bukan orang yang simple, tapi mengapa terlihat simple (untuk beberapa orang?)

Menurut saya, hidup saya itu sangat luar biasa rumit. Bukan karena hidup saya benar-benar rumit, tetapi karena saya seringkali menjadikan sesuatu itu rumit. Ada hal-hal yang bisa saya ringkas, tapi saya pilih jalan berbelit-belit. Itu sebabnya, saya memutuskan untuk berubah, menjadikan hidup saya lebih simple.

Saya teringat Abang ipar saya, dia selalu mengatakan SIMPLIFY COMPLEXITY. Dia bilang "setiap persoalan yang kita hadapi dalam hidup kita adalah persoalan yang sepele dan tidak harus dipusingkan". Namun ketika saya menjejali pikiran saya dengan kata, “simplify complexity”, apakah kerumitan itu hilang???

Saya kembali dulu ke percakapan saya di perjalanan menuju Padang Pariaman. Saya bertanya pada teman saya tadi, apa yang membuat dia berfikir saya itu orang yang simple? Jawabannya adalah, karena (kurang lebih) saya sering mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang mengarah ke situ. Lihat saja, dengan impulsifnya, saya tiba-tiba berada di Padang, yang kalau di tanya orang ngapain, dengan cueknya saya menjawab, “Mau menghibur relawan!” Hey, apapun alasan saya pergi ke sana, yang jelas saya punya alasan.It's a secret la! Tapi cara saya menjawab pertanyaan emang suka asal, hahaha. Lihat saja status dan komentar-komentar di FB saya, semuanya suka saya jawab dengan asal! Itu sebabnya kadang saya juga sering disebut sebagai orang yang cuek!

Iya juga yah, kalau dipikir-pikir, saya itu sering sekali berkata, “Ya udahlah…” “Biarin aja lah..” “Santai aja lah…” dan sejenisnya. Kesannya emang simple ya? Lantas, profesi saya sebagai penyiar juga mengarahkan saya pada sebuah identitas ‘orang yang simple’.

Setelah memikirkannya, sekarang saya mengerti mengapa saya terlihat simple. (Lihat! Saya memikirkannya, padahal bisa saja saya melupakan percakapan itu kan?) Dalam berkarya, dalam kehidupan sosial saya, dalam pekerjaan saya, saya cenderung menghasil output yang ringan. Misalnya ketika sedang siaran. Saya memberikan salam, baca SMS, baca topik, melucu, dan pendengar berfikir, hmm ringan… Ini penyiarnya cuek banget! Di lain kesempatan, saya bisa tertawa, sinis, smart, pura-pura tidak tahu, emang betulan tidak tahu, atau malas bicara jadi puter lebih banyak lagu, seakan-akan hidup saya sama dengan kehidupan yang saya hembuskan disaat siaran.

Kenyataannya? Tanyakan saja pada para pekerja ‘broadcast’ lainnya, betapa rumitnya kehidupan “di belakang layar”. Huhuhu… Dari mulai mencari keselarasan antara produser, marketing dan pemilik radio, kemudian buat bahan, menyamakan visi misi, menghadapi klien semuanya itu complicated saudara-saudara. Jadi, membuat bahan siaran yang RINGAN membutuhkan kerja yang BERAT. Indeed.

Banyak orang mengatakan novel saya adalah novel yang simple. Padahal saya membuatnya dengan sangat rumit. Perjalanan membuat cerita yang RINGAN tersebut membutuhkan perjuangan yang BERAT. Untuk 5-7 halaman pada saat saya mendiskripsikan seperti apa papua, saya benar-benar sedang ada di sana, dan apa yang saya alami di sana sehingga tertuang ide cerita ini, sungguh tidak enak untuk dikenang. Untuk sebuah bab di Aceh, saya menjalani dan melihat sulitnya kehidupan pasca tsunami, dan secara pribadi saya sempat mengalami trauma karena melihat hal-hal yang tidak mengenakan mata saya. Untuk sebuah kisah cinta, saya mengamati ratusan kisah cinta. Tapi sungguh, saya sangat menikmati proses tersebut. Saya, adalah orang yang sangat menikmati sebuah proses, apa pun bentuknya.

Kembali ke SIMPLIFY COMPLEXITY yang akhir-akhir ini sering saya baca di status YM Abang saya (pinjem ya bang…). Apakah dengan menjalankan prinsip ini, kita hanya menerima persoalan-persoalan sepele saja? Menolak tantangan untuk mengerjakan sesuatu yang rumit? Tentu tidak, bukan itu maksudnya.

Intinya adalah, jangan jadi pusing karena sebuah masalah. Sesukar apa pun bentuknya persoalan kita, kalau kita melihatnya sebagai persoalan biasa, kita akan mendapatkan kekuatan untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah tersebut. See, terlihat simple bukan? Yeaaahh, saya tahu prakteknya tidak mudah, but I’m workin’ on it! Ini saya lagi nasehatin diri sendiri kok ;)


Salam,
Jay/Jimat

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam DIA yang memberi kekuatan padaku”
KNOWING IS NOTHING,

APPLYING WHAT YOU KNOW

IS....

EVERYTHING!

Biasa-biasa saja

Hey penguasa langit...
sekarang kemanakah para manusia langit berada?
kemarin dulu mereka memenuhi setiap jengkal
tanah yang selalu kami pijak....
mereka bak cendawan terbuat dari emas... tumbuh subur
dimana-mana sedangkan kami bergelimang dengan keringat
mereka ada di langit...

penguasa langit.... bagaimana caranya aku menjadi manusia langit.....?
aku ingin bersama dia... aku ingin seperti dia... aku ingin jadi manusia langit...
yang anggun, baik, tak ternoda, indah, luarbiasa...
aku ingin seperti dia, aku ingin bersama dia selama-lamanya

: Langit terbelah dan timbul suara

"hey kau, manusia tak tahu diri.... jadilah engkau diri sendiri
manusia biasa-biasa saja, yang bergelimang kesenangan, dosa, airmata, bahagia, pahala,
kebajikan, kejahatan, jahil, iseng, lucu, tertawa, congkak, terhina, marah, menangis, sedih, sinis, tolol, pintar, bodoh, dan semua sifat yang konyol yang telah engkau kuasai tanpa harus dipelajari......
jadilah manusia bumi yang nyaman....
karena manusia langit.... cuma hayalmu....
mereka itu sesungguhnya tak pernah ada...
kamu yang seharusnya bangga dengan dirimu sekarang.
jadilah manusia biasa-biasa saja..
dasar tolol !

bandung, 1 September 2009

By : Fahmi Farhan Akbar/Magis

Bukan

dan kau pun kembali duduk di sampingku.
kita terdiam dalam nada yang sama.
senandung sayu berirama ragu
yang membuatmu merasa terpenjara karenanya.

andai dapat kupecah keheningan yang membuat waktu berhenti lebih lama dari biasanya.
yang kuharap hanyalah obrolan dan candaan sederhana.
yang biasa kita lontarkan saat menghabiskan waktu bersama.

sungguh ingin ku menyentuhnya.
namun raga tak kuasa berbicara saat tau adanya.
kelu bibir ini saat mengucap
"aku rindu.."

dan kaupun tersenyum.
tak ada balasan yang sama seperti biasanya.
hanya senyum sendu yang kutahu makna dibaliknya.

kutahu kau ingin waktu lebih cepat berlalu.
kutahu kau ingin aku lebih cepat menjauh.
dan kutahu ini tidak mudah bagimu.

dan kau pun kembali berdiri di hadapanku.
dengan ciuman di tanganmu ku melangkah.
dengan kecupan di keningku dan kau merasa kaku.

sungguh ini sudah tak sama.
bukan segelas teh panas yang menghangatkan badan dikala hujan.
bukan helm yang melindungi saat berkendara.
bukan pelukan yang membuatmu merasa tenang.
bukan dirinya yang membuat kau merasa ada.


By: Tiffany Pratiwi Suwandi/Sandiwara

Percakapan radio antara kapal perang Kerajaan Malaysia dan otoritas Indonesia

Cuplikan percakapan radio antara kapal perang Kerajaan Malaysia dan otoritas Indonesia di perairan Ambalat pada suatu malam di bulan Mei 2009 dalam situasi cuaca yang sangat buruk dan berkabut.

INDONESIA : "Harap belokkan kapal Anda 15 derajat ke utara untuk menghindari benturan !"

MALAYSIA : "Lebih baik Anda yang membelok karna kami berada di wilayah perairan kami.."

INDONESIA : "Kami juga berada di wilayah kedaulatan kami, Anda yang harus membelok untuk menghindari tabrakan fatal !!"

MALAYSIA : "Saya Laksamana Muda Tengku Datuk Mahmod sofyan Komandan Gugus Timur Tentara Laut Diraja Malaysia .. Saya bilang belokkan kapal Anda!!!!sekarang! !!"

INDONESIA : "Negative!!! Saya katakan sekali lagi, belokkan kapal Anda!!! Untuk menghindari tabrakan yang konyol !!!"

MALAYSIA : "Ini adalah Kapal Destroyer Tentara Laut Diraja Malaysia , kapal kedua terbesar dari armada utama kami. Dilengkapi tiga destroyer missil, tiga rudal berhulu ledak nuklir,1 lusin canon dan 2 unit hellicopter tempur.Saya MINTA Anda belok 15 derajat ke selatan. Sekali lagi saya ulangi 15 derajat ke selatan, SEKARANG atau sebuah tindakan akan kami lakukan untuk mengamankan kapal !!!"

INDONESIA : "Dasar Edaan, ini mercusuar goblook!!!"


By:Ilham Gusman/Fase

Episode Malam-Malam Diana __ Final Chapter

Malam ini langit tampak gersang. Tak ada bulan atau pun bintang bahkan awan berarak sekali pun. Angin malam pun seolah enggan bertiup, mungkin ia enggan meniupkan kesedihan di malam ini. Sudah hampir dua minggu lamanya Diana terbaring dalam ruangan serba putih itu. Tak ada tanda-tanda kesadaran menghampirinya. Semua keheningan seolah bertumpuk di sana, satu-satunya suara yang ada hanya dari alat pacu jantung yang terpasang di dada Diana. Diana masih enggan untuk menggapai kesadarannya.

Ada yang berbeda dari malam-malam sebelumnya. Jika biasanya dua pria itu berada di dua ruangan yang berbeda, kali ini mereka duduk berhadapan, berseberangan. Sama-sama terduduk di samping Diana, menatap tubuh ringkih yang kini tergeletak tak berdaya namun tampak penuh kedamaian. Mereka sama-sama berharap mata itu akan terbuka, jari jemari itu akan bergerak perlahan dan senyum akan kembali terkembang di wajah ayu itu. mereka menunggu dengan sabar, mencoba berdamai dengan keadaan dan ke-absurd-an yang tercipta di antara mereka.

Sore itu, entah kenapa Tian akhirnya tergerak untuk mencari tahu siapa pria yang selalu ada di sana. Setiap hari saat siang menuju sore sampai malam, hingga menjelang dini hari, ia selalu berdiri memandangi sosok tubuh Diana di balik kaca jendela itu. Matanya memancarkan sorot yang sangat sulit dimengerti. Seperti sorot kesedihan yang bercampur amarah namun berusaha disembunyikan dengan kehangatan tatapannya. Tian tidak pernah menyapanya, begitu pun lelaki itu. Setiap kali Tian berjalan melewatinya, ia hanya berdiri terpaku di sana, tak sedikit pun mengalihkan pandangannya dari sosok Diana yang tengah terbaring.

"Bisa kita bicara sebentar?" Tian menghampirinya dan bertanya perlahan, wajahnya terlihat sangat tegang. Andra memandangnya dengan senyum di bibir, tak terlihat terkejut sedikitpun. " Ya, sudah saatnya kita bicara."

Mereka berjalan menuju ruang tunggu yang sangat lengang. Masing-masing dengan pikirannya sendiri, menebak-nebak apa yang akan dikatakan, apa yang akan terungkap.

"Maaf, saya belum sempat mengenalkan diri," Andra mengulurkan tangannya perlahan sejenak setelah mereka duduk di ruang tunggu itu. "Andra. Dan anda pasti Tian kan? Diana banyak bercerita tentang anda." suara itu sedikit bergetar saat menyebutkan nama Diana, seolah sedang ada badai yang berkecamuk mengganggu pita suaranya. Tian tersenyum kaku. "Pasti bukan menceritakan hal yang baik ya? Kalau boleh aku tahu, sejak kapan anda berhubungan dengan istri saya? Maaf jika aku berasumsi seperti ini, tapi melihat anda sangat setia menunggui istriku, aku menyimpulkan anda bukan hanya seorang teman untuknya kan?" Entah kenapa semua pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Tian. Tian terlihat gusar sekarang. Ia menyesal telah mengatakan semua itu karena ternyata ia masih belum siap untuk mendengar apa pun yang telah terjadi di antara mereka.

Lagi-lagi Andra hanya tersenyum. Dia melihat gurat gundah di wajah Tian. Ia sebetulnya sangat ingin memaki lelaki di hadapannya. Lelaki bodoh yang telah menyia-nyiakan seorang putri yang begitu berharga untuknya, seorang putri yang tak bisa ia miliki meski sangat ia inginkan. Seorang putri yang kini tengah terbaring tak sadarkan diri di ruang serba putih itu. Tapi ia hanya bisa tersenyum dan kemudian berkata, "Ya, aku mencintai istri anda, kami saling mencintai. Maaf jika ini menyakiti anda, tapi anda harus tahu kebenarannya. Aku mencintainya sepenuh hatiku. Bagiku dia adalah seorang malaikat, dewi yang sempurna. Dan anda sungguh bodoh telah menyia-nyiakan nya."

Aliran kata-kata itu menjadi sembilu di hati Tian. Mengoyak hatinya. Ia sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi tapi ia tetap tak sanggup mendengar pria itu mengatakan hal ini langsung di gendang telinganya. Nadinya berdenyut cepat, ada gejolak amarah yang berkecamuk di dadanya. Ia benci mengakui ucapan pria itu ada benarnya. Ya, ia memang bodoh telah menyia-nyiakan Diana. Tapi bukan berarti boleh ada lelaki lain yang mencintai istrinya itu. Tapi ia juga tak bisa menyalahkan nya karena ia sadar ia telah bersikap buruk selama ini terhadap Diana. Tak pernah sedikit pun ia memperlakukan Diana sebagai seorang istri. Pernikahannya selama ini hanya sebuah status. Hanya sebuah ambisi untuk memiliki orang yang sangat sulit ia taklukkan. Tapi ternyata ia salah. Ia mencintainya. Ia mencintainya sejak dulu, hanya saja ego nya telah mengaburkan semua itu. Dan ia sungguh bodoh.

Tian terdiam. Begitu juga Andra. Hening. Sepi. Tak perlu lagi ada kata yang terucap. Mereka menyadari itu. Mereka sudah sangat mengerti. Tak ada yang bisa disalahkan atau dibenarkan. Itulah cinta. Tak ada yang salah dengan cinta.

Setelah terdiam cukup lama akhirnya Tian bangkit. "Masuklah, mungkin dengan kehadiranmu ia akan lebih cepat sadar. Apa pun yang akan terjadi nanti, biarlah dia yang tentukan pilihannya. Aku hanya ingin istriku kembali." Suaranya bergetar, menahan segala kecamuk di dadanya. "Terima kasih." Hanya itu yang terucap dari bibir Andra.

Lalu mereka berdua melangkah memasuki kamar itu, Andra segera menghampiri Diana. Ia memegang tangannya yang dingin dan mencium keningnya. Semua kerinduan itu tertumpahkan. Semua kesedihan yang terpendam terpancar keluar. Ada bulir bening di sudut matanya. "Yang, ini Andra, Yang. Ayang harus bangun. Ayang ga boleh bikin Andra cemas. Ayang ga boleh kaya gini terus. Andra udah memilih, Yang. Andra siap lepasin semuanya. Tapi Ayang harus bangun. Kita hadapi sama-sama ya." Andra sudah tak lagi mampu membendung bulir bening di ujung matanya. Ia sungguh ingin melihat kedua mata indah itu terbuka. Ia ingin bibir cantik itu tersenyum. Ia sangat merindukannya. Tapi tak ada yang terjadi, kedua mata itu tetap terpejam. Damai.

Sementara di sisi lain, wajah Tian mengeras. Ia menguatkan diri melihat dan mendengar semua itu. Ia tak menyangka ia harus menyaksikan sendiri semua ini. Ia tak menyangka ia masih memiliki rasa cemburu dan ia sangat takut kehilangan. Tapi Tian tak bisa berkata apa-apa. Ia membiarkan tangan lelaki lain menggenggam tangan istrinya. Apa pun akan ia lakukan asal ia bisa melihat istrinya tersenyum kembali.

Malam berlalu dalam hening. Kedua lelaki itu tetap di tempatnya. Tak sedikit pun mata mereka terpejam, tak ada sedikit pun percakapan yang terjalin. Hingga detik mengantar pergantian hari, sepi masih menemani. Hingga menjelang fajar kala matahari mulai menghangatkan dunia, tiba-tiba Andra merasakan jari-jari yang ia genggam bergerak perlahan. Ia terhenyak. Apa ini mimpi? Mungkinkah ia tertidur dan bermimpi? TIDAK! Ia tidak tertidur, ia tidak bermimpi karena ia melihat Tian juga tersentak. Mereka saling berpandangan sejenak. Mereka serentak bangkit. Andra memanggil Diana dengan lembut. "Yang... Ayang...Bangun sayang. Ini Andra, bangun yang." Jari-jari lentik itu kembali bergerak. Ada lonjakan yang aneh di hati Andra. Ia bahagia, tapi juga cemas. Perlahan ia membelai rambut Diana yang tergerai. Dan akhirnya kedua mata itu perlahan terbuka.

Diana menemukan seberkas cahaya terang yang menyilaukan matanya. Lalu setelah cahaya itu memudar ia menemukan sesosok wajah yang sangat ia rindukan. Ia melihat Andra, tersenyum dengan bulir air yang tertahan di pelupuk matanya. Ia bahagia melihat Andra. Ia tahu Andra selalu ada di sana, menungguinya. Lalu perlahan matanya bergerak ke satu sisi lainnya. Ia melihat Tian. Tapi kemudian Tian berlalu begitu saja. Ingin sekali Diana memanggilnya. Ada yang harus ia sampaikan. Tapi suaranya tercekat. Tak ada bunyi yang bisa ia keluarkan. Ia kembali menutup matanya perlahan. Mengumpulkan segala kekuatan yang tersisa.

"Yang, Andra seneng Ayang dah bangun. Ayang jangan kaya gini lagi. Andra akan selalu ada buat Ayang, Andra janji, Yang. Maafin Andra ga temenin Ayang waktu itu. Maafin, Yang." Andra menciumi tangan Diana. Ia bahagia dewi nya terbangun. Tapi entah kenapa ada rasa takut yang tiba-tiba menelusup. Lengan itu masih terasa sangat dingin. Ada perasaan aneh yang menghampiri. Sepertinya ia akan kehilangan sesuatu.

Diana kembali membuka matanya. Ia mengumpulkan suaranya dan berkata perlahan, "An.. dra..ma af udah bi kin An dra cemas. Ma na Ti an?" Andra sontak mencari Tian. Ia tak sadar Tian sudah tidak ada di sana. "Pang gil Tian, Ndra!" Belum sempat Andra beranjak, Tian sudah ada di pintu masuk bersama seorang dokter dan suster.

"Maaf sebaiknya kalian menunggu di luar, biar kami periksa dulu keadaan ibu Diana." Suster itu berkata sambil mempersilakan Tian dan Andra untuk keluar.

Tapi Diana mencegahnya. Ia memegang tangan Andra. " Ja ngan pergi, Ndra. Tian ju ga.A da yang ha rus ku sampai kan." Diana berkata terbata-bata. Tian segera menghampirinya.

"Tapi Ibu harus saya periksa dulu, Bu. Hanya sebentar saja." Kali ini pria separuh baya berjas putih itu yang berbicara.

"Se bentar sa ja, Dok. A da yang ha rus saya bi cara kan."

Andra urung beranjak. Sementara Tian membeku di tepi ranjang. Entah mengapa ia tahu saat yang ia takut kan akan segera datang.

"An dra sayang, makasih selama ini udah memberikan Diana kebahagiaa dan kekuatan. Makasih atas semua waktu dan kisah yang udah kita lewatin sama-sama. Maaf Di ana ja di menempatkan Andra di posisi yang su lit. I Love you, baby. I found my missing soul in you." Hening sesaat. Diana mengalihkan pandangannya pada Tian. "Ti an, maaf, Di ana belum bi sa jadi istri yang sem pur na. Maaf semu a nya jadi begini. Diana mencintai pria lain." Tian hanya terdiam wajah yang keras itu kini terlihat melunak dan ada setitik air mata di wajah itu. Tak ada sepatah kata pun yang sanggup ia ucapkan. Ia hanya terdiam di situ.

Hening sejenak. Ruangan itu mendadak terasa sangat dingin, seperti ada kabut tipis yang perlahan turun.

"Ti an," Diana perlahan menggerakkan tangannya mengapai Tian. Tian segera menggenggam lembut tangan itu "" Lepasin Diana, ya? Di ana udah gak pan tas jadi istri Ti an. Di ana u dah meng khianati Tian. To long le pasin Diana.Tak ada lagi yang bisa kita per ta hankan." Tian tak sanggup menahan air matanya. Mulutnya terkunci rapat. Ia tak tahu harus berkata apa.

Diana mengalihkan pandangannya pada Andra. "Beib, I really love you, but I don't want to put you in a difficult situation. Apa yang kita lakukan salah, tapi gak ada satupun yang Diana sesali.." Andra memotong pembicaraan Diana dengan meletakkan jarinya di bibir cantik Diana. "Sssssttt, udah Sayang, gak perlu diteruskan. Andra udah memilih. Andra udah memutuskan. Mulai sekarang, Andra akan selalu ada buat Ayang. Apa pun yang akan terjadi, Andra akan hadapi. I love you , honey, and you are my world. I can't live without you." Andra perlahan mencium kening Diana, lalu ia menatap Tian dan dengan tegas berkata,"Maaf, Tian. Aku mencintai Diana, izinkan kami bersama. Aku yakin aku lebih bisa membahagiakan Diana di banding kamu. Maaf, tapi aku sungguh tak bisa kehilangan orang yang sangat aku cintai dan kesempatanmu sudah habis. Kau sudah menyia-nyiakannya. Kami saling mencinta, dan kau tak boleh menghalangi kami. Lepaskan dia."

Seribu belati tajam seolah menusuk seluruh jiwa dan raga nya perlahan. Ia tahu ia harus membiarkan mereka bersama. Ia sudah tak berhak menahan Diana, ia telah menyia-nyiakannya. Dan mungkin ini yang terbaik. Mungkin inilah saatnya ia memberikan kebahagiaan pada Diana, dengan membiarkannya bersama orang yang dia cintai. Meski berat, tapi ia harus berdamai dengan keadaan.

"Diana, maaf aku telah menyia-nyiakanmu dan membuatmu menderita. Andra, aku titipkan dia padamu. Aku akan segera mengurus surat-surat perceraian kita. Setidaknya aku akhirnya bisa memberimu kebahagiaan dengan melepaskanmu, Di. Meski sekarang sudah terlambat untuk mengatakan ini, tapi... aku mencintaimu, Di." Tian berkata perlahan dengan suara bergetar." Semoga kalian bahagia." Tian berlalu meninggalkan ruangan itu dengan berat hati. Akhirnya semua harus berakhir karena kebodohannya.

*****
end of story, and they live happily ever after..



By:Dini Nurdiyanti/Skandal

In a rush

it came over me in a rush
When I realized that I love you so much
That sometimes I cry, but I cant tell you why
Why I feel what I feel inside

How I try to express whats been jugglin my mind
But still cant find the words
But I know that somethings got a hold of me

Baby, some day Ill find a way to say
Just what you mean to me
But if that day never comes along
And you dont hear this song
I guess youll never know that...

And when I say inside, I mean deep
You fill my soul with something I cannot explain
Whats over me

By:Faya Cynantia Kirana/Oxygen

Episode Malam-Malam Diana Chapter 7

EPISODE 7

Malam ini langit berwarna biru keemasan dihiasi bintang yang bertaburan dan bulan sabit yang tersenyum ramah menyapa bumi. Kedua lelaki itu berada di ruang yang berbeda, tapi mata mereka tertuju di satu titik yang sama. Satu sosok yang tengah terbaring dan tidak juga menampakkan tanda-tanda kehidupan selain dari alat pacu jantung yang terpasang di tubuhnya. Diana terbaring hampir tiga minggu lamanya, berada di batas dua dunia. Enggan melepas kesadarannya namun tak sanggup tuk kembali hadapi hidup. Terjebak dalam dimensi ruang dan waktu.

Malam itu Diana berjalan tanpa arah, semua rasa terbentuk dalam kepingan-kepingan gambar yang kian lama kian menyesakkan hatinya. Pernikahannya dengan Tian, hari-hari yang ia lalui dalam sepi karena Tian tak pernah benar-benar ada di sampingnya. Pertemuannya dengan Andra, segala kisah yang sudah terbentuk. Semua kecemburuannya pada Niar, kekasih Andra. Hingga pertengkaran terakhirnya dengan Tian. Sudah terlalu lama Diana memendam pedih, hingga tiba di satu titik ia tak lagi sanggup menampung semua luka dan kecewa. Ia terjatuh tak sadarkan diri dalam deras hujan di malam itu. Tak sadarkan diri hingga kini.

Tian terduduk di samping ranjang itu, memegang erat tangan istrinya. Hatinya berkecamuk. Segala sesal menghampirinya saat ini. Dan penyesalan terdalamnya adalah menyia-nyiakan orang yang pernah sangat berarti dan ternyata masih sangat berarti dalam hidupnya. Tian belum siap kehilangan Diana. Dan rasa takut kehilangan itu semakin menjadi saat ekor matanya menatap sesosok pria yang kini sedang berdiri di balik kaca ruangan tersebut, dengan raut kesedihan yang ia rasakan sama dengan rautnya kini. Tian paham semua itu, Tian tahu apa yang telah terjadi dan sesalnya semakin menjadi.

Andra hanya bisa terdiam menatap sosok Diana di kejauhan. Dia sungguh ingin berada disampingnya. Berjuta andai saling tumpang tindih di benaknya. Andai ia memilikinya lebih dulu, dan bukan pria itu. Andai ia tak pergi saat itu. Andai ia bisa menukar hidupnya dengan dia yang terbaring di sana. Andai... andai... dan andai... Bahkan di saat seperti ini pun ia tak bisa ada di sampingnya, memegang tangannya dan mendampinginya hingga ia tersadar. Andra hanya mampu termenung di situ, berharap Diana tahu ia ada dan menungguinya meski hanya di balik kaca.

Malam semakin larut. Kedua lelaki itu tetap terjaga. Meski dalam ruang yang berbeda, pikiran keduanya berada dalam dimensi yang sama. Dimensi tempat Diana kini berada. Di batas dua dunia.

By:Dini Nurdiyanti/Skandal

Satu Hari di Panti Jompo

Tatapan itu tak bisa kutebak, entah bahagia entah merana..yang pasti mereka bersama menjalani sisa hidup di panti jompo ini. Hatiku berdesir menyisipkan sebuah harapan, semoga saja kelak saat tubuh ini tak lagi kuat, saat fikiran ini lebih banyak lupa dibanding ingat, saat aku tak lagi berdaya mengarungi dunia tetapi raga masih tak mau berpisah dari jiwa, anak anakku mau menemani masa tuaku, walau hanya dengan sebuah sentuhan dan tatapan cinta.


Tak Pelak banyangan Mama-pun hinggap dalam benak, dan hati berujar janji

tak akan pernah kubiarkan kau sendiri Mama..
aku ada untuk ada
ada kapanpun saat kau butuhkan
ada dan akan bersama memikul rasa sendirimu saat tubuhmu tak lagi kuat
ada dan aku pastikan kau dapat memegangku erat saat energimu tak lagi sebesar saat mengurusku

Mama..aku tak akan pernah bisa membalas semua keringat dan air matamu yang tercurah saat kau membesarkanku
tapi aku pastikan, hingga akhir hayatmu aku akan menjagamu.. InsyaAllah ..

Suara tawa menyadarkan lamunanku, mata kami tertuju keseorang kakek yang sedang bernyanyi.. begitu riangnya, dan keriangan itupun menular kepada kami.. Alhamdulillah di umurnya yang lebih dari 60 tahun, kakek masih bisa berbagi bahagia.

Usai bergembira, dan memberikan bingkisan simbolik buat sang kakek & nenek, kamipun berkeliling melihat Asrama, tercengang sesaat melihat ranjang yang berjejer rapi, dan disana kami disambut dengan uluran tangan nenek tentu dengan senyum bahagianya.
Ada seorang nenek yang cukup menarik perhatianku ” nenek Siti Rahmi ” namanya, beliau berusia lebih dari 80 Tahun, dari logatnya aku menebak beliau berasal dari padang sumatera barat. Meski tak mengerti banyak bahasa padang, aku meresponnya dengan senyuman, seraya hatiku hanya dapat mendo’akannya agar Nenek ini diberikan Allah kebahagiaan disisa hidupnya juga di Akherat kelak.

Rasanya waktu tak cukup banyak, kamipun harus terus berkeliling dari asrama yang satu dan yang lain, mataku tak henti menyapu semua aktifitas disana.. aku melihat beberapa kakek nenek antri makanan untuk berbuka yang satu membantu yang lain, Subhanallah..mereka sepertinya sudah menyakini bahwa sebaik baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama

Disisa energinya, merekapun masih terbilang produktif, beberapa kelas keterampilan memang di selenggarakan disini, membuat Taplak Meja, Keset, bahkan ada keterampilan seni. Sabar & Ikhas terpancar dari instruktur / pengurus para Jompo, mereka melayani dengan senyuman, menatap sang jompo dengan kasih sayang.. Subhanallah..

Tak terasa, waktu sudah menunjukan jam 4 sore, kami harus bergegas pulang dan rasanya cukup lama kami menggangu waktu para Jompo itu, mereka butuh istirahat apalagi untuk Jompo yang berpuasa, tentu jam 4 adalah puncak segala kelelahan.

Aku bersama teman temanpun pulang, petualangan fisik di panti jompo memang berakhir tetapi aku menyakini petualang rohani tak akan pernah berakhir,dan rasanya bingkisan yang kami serahkan tak lagi sebanding dengan bingkisan pelajaran untuk kami mengenai pengingatan kami akan orang tua yang semakin meneguhkan kami bahwa sedikitpun tak akan kami sia siakan mereka..

26 Agustus 2009.. hanya untuk berbagi


By:Widya Castrena Nugraha/Skandal

Episode Malam-Malam Diana Chapter 6

EPISODE VI

Malam-malam berikutnya beranda itu dihiasi tawa bahagia dan tangis kesedihan Diana. Semua tentang Andra, lelaki yang ia cintai kini. Selalu tentang Andra. Bagaimana Andra telah mengisi hari-harinya dengan keindahan, juga tentang kecemburuan dan penantiannya saat Andra harus pergi menemui kekasihnya di kota lain.

Hingga satu malam, Diana menumpahkan kecemasannya akan Tian, lelaki yang telah menjadi suaminya. Tian yang selalu bepergian ke luar kota. Tian yang tak pernah menganggapnya ada. Tian yang hanya akan pulang saat orang tuanya ingin bertemu. Bukan karena ingin tahu keadaan sang istri, apalagi karena merindukannya.

Entah kenapa malam itu Diana merasa sangat cemas, Tian menelponnya tadi siang. Tian bilang malam ini ia akan pulang. Perasaannya berkata akan terjadi hal yang buruk, entah apa itu. Di antara kekhawatirannya, Diana mendengar suara mobil berhenti tepat di depan rumahnya. Diana tahu Tian telah datang. Ia bergegas turun untuk menyambut suaminya. Beranda itu tampak hening. Sepi.
Tak bertuan.. di temani malam berlapis bintang. Malam berlalu begitu saja hingga fajar kembali menyapa. Tak ada yang terjadi malam itu. Semua terlelap dalam lelahnya.

****

“Tian sudah kembali, Ma. Tapi tak banyak yang berubah. Dia tetap dingin. Dia bukan lagi sahabat yang aku kenal dulu. Dia bukan lagi kekasih yang aku tunggu bukan juga seorang suami yang dulu mencintaiku dan selalu menyapaku hangat. Dia hanya seorang asing yang berstatuskan suamiku. Kebersamaan kami kini hanya dihabiskan dalam diam. Berkali aku coba membangun percakapan dengannya, tapi apa yang ku dapat? Hanya sebuah senyum kaku yang dipaksakan. Tak ada kata yang terucap. Jika pun akhirnya dia mengucap kata, maka pertengkaranlah yang akan menjadi penyelesaiannya.”

Malam ini hujan turun cukup deras. Aneh, sudah lama langit tak menangis karena memang seharusnya hujan tidak turun di musim kemarau seperti saat ini. Alam berbahasa, dia ikut menangis saat ada insan yang terluka. Seperti Diana, malam ini matanya terlihat sembab setelah hampir seharian ini dia menangis. Sesekali masih terlihat ia menahan isak. Tapi kali ini ada yang berbeda. Diana tidak lagi ada di beranda kamarnya, melainkan di sebuah bangku taman di tengah kota. Ia membiarkan tubuhnya basah terguyur hujan.

“Seperti yang baru saja terjadi, Ma, itu adalah pertengkaran terhebat yang pernah terjadi selama dua tahun ini. Tian bilang menikahiku adalah sebuah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Hatiku tersakiti, Ma. Selama ini, Tian yang selalu meninggalkan aku. Selama ini aku yang selalu tersakiti. Dan tadi Tian menamparku hanya karena aku menanyakan apakah ada wanita lain. Mama lihat sendiri kan? Ma.. aku sungguh tidak bahagia. Aku capek dengan semua ini. Aku memutuskan untuk pergi meninggalkannya, Ma. Mungkin ini yang terbaik.”

Malam semakin hening. Dalam kegalauannya muncul wajah Andra di benaknya. Sudah dua hari ini diana tak bertemu dengan Andra karena Andra tahu Tian akan pulang. Andra pikir itu yang terbaik. Andra tidak ingin Diana menjadi semakin menderita jika Tian tahu apa yang tengah terjalin di antara mereka berdua dan Diana mengerti itu. Diana tiba-tiba meraih saku jaketnya dan mengeluarkan handphonenya. Jari jemarinya yang memucat karena dingin menekan keypad handphonenya perlahan. Sejenak ada ragu menghiasi wajahnya, tapi terlambat, sudah ada yang menjawab teleponnya di ujung sana.

“Kenapa, Yang? Lagi di mana? Tian mana?” Sebuah suara yang selalu Diana rindukan, yang selalu temani malam-malamnya saat Tian tak ada.

“Ndra, Diana berantem hebat sama Tian. Diana capek, Ndra. Andra di mana?” Suara Diana bergetar.

“Andra lagi di jalan, Yang, Niar minta Andra datang malam ini. Andra ga bisa tolak, Yang. Niar lagi bener-bener butuh Andra. Ayang di mana sekarang? Baik-baik aja kan Yang?” Andra terdengar cemas di ujung sana. Hening sejenak. “Yang??”

Air mata Diana sudah tak tertahankan lagi, tapi ia berusaha untuk tegar. Ia tak ingin Andra mendengar suara tangisnya. Dengan berat akhirnya Diana menjawab, “Iya, Ndra. Ya sudah, pergilah. I'll be alright. Just go and see her, temui Niar dengan senyuman. Salam Diana buat Niar. Take care ya, Love you.” Klik. Diana memutuskan sambungan telfonnya sebelum akhirnya mematikan handphonenya.

Diana merasa seperti tertimpa ribuan batu besar, kepalanya terasa berat, dadanya sangat sesak. Dunianya gelap...


By:Dini Nurdiyanti/Skandal

Biru

pudarkan saja biru itu
agar aku tak perlu melamunimu
di setiap malam yang tak lekang oleh waktu

seharusnya tak perlu ada janji
sedari kau pergi
seharusnya biarkan saja aku sendiri
tersungkur mati bersama sepi

sudah tak usah kembali
tetaplah disana merangkai mimpi
yang tak jua usai hingga beribu pagi kulalui.


By:Sarita Rahmi Listya/Sinergi

Episode Malam-Malam Diana Part V

EPISODE V

Setelah satu malam kelabu, di antara biru yang sempat singgah, terlalui dengan kegundahan Diana akan cinta yang tak seharusnya ia miliki, Diana kembali hadir di beranda sepi itu. Beranda yang senantiasa menemani perenungan malamnya.

Entah apa yang sedang terjadi di langit malam ini, tapi malam ini langit berwarna jingga. Tak ada angin yang berhembus. Sepi. Semua sudah terlelap dalam mimpinya masing-masing, tapi tidak dengan Diana. Ia menikmati jingga nya langit malam ini. Ia terduduk di bangku kecil itu, tapi ada yang berbeda kali ini, pandangannya kosong.

“Aku ingin Mama di sini. Aku ingin tahu apa mama akan memaklumkan apa yang tengah terjadi dalam kehidupanku saat ini. Aku tahu Mama tak pernah ingin aku menjadi seperti Mama. Aku juga tak mau begitu, Ma, tapi terlambat.. Aku sudah menjadi seperti Mama. Aku mencintai lelaki lain saat aku masih terikat status pernikahan, dan aku juga mencintai orang yang telah memiliki seorang kekasih padahal aku tahu mereka juga saling mencintai. Tapi aku pun yakin dia mulai mencintai aku juga dan perasaan yang ada di antara kami tumbuh begitu saja seiring waktu, hingga akhirnya mengakar kuat dalam setiap aliran darah kami. Rasa sayang itu tumbuh perlahan dari setiap detik kebersamaan yang telah terjalin di antara kami. Kami saling menyayangi.
Namun akhirnya hal itu membawa masalah baru untukku, dengan statusnya yang telah memiliki seorang kekasih yang juga dia sayangi sehingga berkali-kali aku harus merelakan dia membagi perhatian dan waktunya, untukku dan dia.
Aku seakan tersadar satu hal. Ternyata Mama dan Bunda, dua ibuku, adalah wanita-wanita yang sangat kuat dan hebat. Tak sedikit pun mengeluh atau bahkan menampakkan kesedihan saat Ayah harus membagi waktunya dengan salah satu di antara kalian. Tak pernah ada gurat kecewa meski lara itu ada menorehkan luka di hati kalian. Dan akhirnya kali ini aku belajar sekuat Mama dan sesabar Bunda, membiarkan orang yang aku cintai membagi waktu dengan kekasihnya yang lain.
Sering kali terasa sakit, Ma, Aku bahkan tak mengerti bagaimana Mama dan Bunda sanggup hadapi itu semua. Tapi ternyata selalu ada akhir yang indah saat kami kembali bertemu. Semua seolah terbayarkan. Mungkin inilah yang dulu Mama dan Bunda rasakan.
Hmmm.. Ternyata sulit ya, Ma. Seperti malam ini, saat dia harus pergi menemui kekasihnya dan aku sama sekali tak bisa melarang. Aku tak sanggup membayangkan dia memeluknya, menatapnya seperti saat dia menatapku atau sekedar bercengkrama melepas rindu. Tapi aku harus membuang jauh-jauh bayang itu, karena semua gambaran itu hanya akan menambah luka di hatiku. Aku hanya harus mempercayainya. Meyakini bahwa dia akan kembali untukku dengan semua rasa cinta dan sayang yang dia miliki untuk aku. Dan aku hanya harus berada di sini, melewati malamku, menanti dia kembali.”

Jingga perlahan memudar dan langit kembali menjadi gelap. Diana menengadah menatap langit. Sedetik kemudia ia menghela nafas dan perlahan beranjak memasuki ruang kamarnya. Ia kembali menatap langit sejenak, matanya menerawang melalui pintu kaca kamarnya. Angannya melayang jauh ke sana, ke tempat di mana saat ini ada sepasang kekasih yang sedang melepas rindu setelah sekian lama tak bertemu karena jarak memisahkan mereka. Diana kemudian tersadar dan menggelengkan kepalanya berharap dengan begitu semua bayang itu akan sirna, sebelum akhirnya menutup tirai pintu kamarnya. Beranda itu kembali sepi.

By:Dini Nurdiyanti/Skandal

Matahari

Matahari yang selalu bersinar tak memudar
Tekad telah mati bersama harapan yang menghilang
Tanpa jiwa sepi cahaya

Sekali ini..
semua telah hilang
sendiri...sendiri...
dalam kerinduan tak bertepi
semua tak bertemu tentang diri.

Maka..
aku berteriak:
Matahari...
Janganlah engkau mati saat ini
Biarlah semua mati saat ini
kecuali matahari yang mandiri.

Cintaku...cintamu...
harapan dalam hidup.

By:Ruli Hairul Handiman/Anak-anakku

Episode Malam-Malam Diana Part IV

Malam ini langit menurunkan rintik gerimis. Diana berdiri di berandanya. Ia membiarkan tetesan gerimis menerpa wajahnya. Matanya terpejam, wajahnya menengadah menghadap langit. Ia nikmati setiap tetes air yang menyapu pori-porinya. Ada segurat senyum di sana. Angannya berlari mengejar satu bayang yang telah temani hari-hari terakhirnya kini. Seorang sahabat, mantan pacar adik yang tak pernah ia miliki itu.

“Ma, aku benar-benar telah jatuh cinta. Kami kini sering bertemu. Dia telah mengisi kekosongan hatiku. Dia temani hari-hari sepiku. Dia telah beri aku arti hidup. Aku selalu merasa nyaman saat dia ada di dekatku. Aku merasa telah menemukan separuh nafasku yang hilang pada dirinya. Aku merasa seperti menemukan separuh jiwaku. Atau mungkin sebetulnya jiwa ini memang tidak pernah terbelah, namun dia telah melengkapi jiwa ini. Menjadikannya sempurna. Kami telah saling melengkapi satu sama lain.”

Diana lalu membuka matanya. Raut wajahnya tiba-tiba berubah, tak ada lagi senyum, hanya ada sorot kesedihan dan kegundahan. Diana menghela nafas, membebaskan sebagian beban yang mulai menyesakkan hatinya. Gerimis telah menyamarkan butir-butir halus yang kini menetes di ujung kelopak matanya.

“Tapi, Ma, sepertinyai aku mencintai orang yang tidak seharusnya aku cintai. Aku jatuh cinta di saat yang salah. Aku telah menjadi seorang istri dan kini terjebak dengan status pernikahanku. Pernikahan yang tak pernah ada kebahagiaan di dalamnya namun masih juga aku pertahankan hanya untuk menyelamatkan nama baik keluarga kita dan keluarganya. Sementara dia juga telah mendapatkan kebahagiaan dari seorang kekasih yang dia cintai. Tapi aku tak bisa menghindar dari semua rasa ini, Ma. Aku sudah terlalu mencintainya dan aku tahu dia telah mencintai aku juga, meski mungkin tak seutuh cinta yang ku miliki kini. Hanya dia yang mampu kembali mengisi kekosongan ini dan kini aku sungguh takut, Ma. Aku tak mau menjadi sepertimu, yang akhirnya mencintai lelaki yang salah hingga kau menderita. Dan ketakutan itu kini semakin menjadi saat aku merasa aku tak lagi bisa jauh darinya padahal aku sadar kami tak mungkin bersatu. Terlalu banyak pertentangan yang akan kami hadapi, aku tak tahu apa aku kan sanggup hadapi semua kontroversi ini, begitu pun dengan dia. Kami belum mampu membayangkan segala konsekuensi yang akhirnya harus kami tanggung nanti.”

Diana kini menunduk dalam. Air matanya sudah tak lagi mampu disembunyikan gerimis. Bahunya terguncang seolah sedang ada gempa yang bergejolak di dadanya. Malam menjadi kelabu diantara biru yang sempat singgah.

--- masih to be continued ke chapter V :D ---

By:Dini Nurdiyanti/Skandal

Seandainya...

UNTUK SESEORANG YANG MASIH AKU SAYANG SAMPE SEKARANG.

Kala kaukan menjalani hidupmu sendiri
melukai kenangan yang tlah kita lalui
yang tersisa hanya aku sendiri disini
kau akan terbang jauh menembus awan…
memulai kisah baru tanpa diriku…

Seandainya kau tau…
ku tak ingin kau pergi
meninggalkanku sendiri bersama bayanganmu
seandainya kau tau…
akukan slalu cinta
jangan kau lupakan kenangan kita slama ini

Kala kaukan menjalani hidupmu sendiri
melukai kenangan yang tlah kita lalui
kau akan terbang jauh menembus awan
memulai kisah baru tanpa diriku


Seandainya kau tau
ku tak ingin kau pergi
meninggalkanku sendiri bersama bayanganmu
seandainya kau tau
akukan slalu cinta
jangan kau lupakan kenangan kita slama ini
slama ini…

Seandainya kau tau
ku tak ingin kau pergi… ooo…
meninggalkanku sendiri bersama bayanganmu
seandainya kau tau
akukan slalu cinta…
jangan kau lupakan kenangan kita slama ini…
slama ini…


By:Indry Khairani/Expresi

Episode Malam-Malam Diana Part III

EPISODE III

Hari demi hari, bulan demi bulan mengantar ke pergantian tahun. Ini malam pertama di tahun yang baru. Bulan sabit bersinar ditemani bintang yang bertaburan di sekelilingnya. Diana baru saja membuka pintu kamarnya dan beranjak ke beranda yang sudah lama ia tinggalkan. Jika sebelumnya, saat terakhir kali ia berada di beranda tersebut, Diana berdiri dengan duka ketakbahagiaan pernikahannya maka kini ia berdiri di sana dengan senyum. Matanya menerawang menembus sebuah bayang wajah yang kini hiasi hari-harinya.

“Ma, sudah lama rasa ini mati. Sudah lama kututup rapat hatiku, tapi entah mengapa ia sanggup mengetuknya. Mama tahu pernikahanku dengan Tian kini hanyalah sebuah status. Tak pernah lagi ada cinta di dalamnya. Kami menjalani kehidupan kami masing-masing. Tak pernah ada lagi kebersamaan. Aku sudah lama mati rasa. Tak ada lagi rindu, cinta bahkan benci. Tak pernah lagi ada getaran-getaran yang mampu membuat wajahku merona merah. Tapi hari ini, Ma.. Aku kembali merasakannya saat aku bertemu dia. Dia, mantan kekasih Mitha. Mama kenal Mitha kan? Mitha adalah adik yang tak pernah aku miliki. Mitha, yang memutuskan untuk pergi meningalkan kita semua termasuk dia, karena ingin membahagiakan orang tuanya. Dulu kita sering bercanda bersama, aku, Mitha dan dia. Setelah sekian lama, entah kenapa Tuhan mempertemukan kami lagi. Aku dulu mengenalnya sebagai satu seorang remaja cuek yang sering membuat kekonyolan. Tapi kini dia sudah banyak berubah, Ma. Lebih dewasa. Dulu aku sempat mengaguminya karena sikap cueknya. Dan kini setelah berkali-kali bertukar cerita di dunia maya, tempat kami secara tak sengaja kembali bertemu, aku kembali mengaguminya dan secara tak sadar getar getar itu mulai hadir.
Siang tadi kami bertemu, Ma. Dan itu adalah pertemuan pertama kami setelah bertahun-bertahun kami tak bersua. Getar-getar itu semakin terasa saat dia ada di sisiku. Beberapa kali ku dapati dia sedang memandangku dan sungguh ada getar-getar aneh yang menjalar di seluruh pembuluh darahku saat ia menatapku. Aku salah tingkah. Terlebih saat ia memperlakukanku dengan sikap seorang gentlemen. Aku sungguh tak berdaya. Aku menikmati setiap detik bersamanya, aku menikmati debar-debar halus yang bermain di dadaku, aku menikmati setiap tatapan matanya.”

Diana bergerak mengikuti irama yang bersenandung dalam hatinya. Ia berputar-putar dengan mata terpejam. Ia menikmati semilir angin yang menerpa tubuh indahnya. Wajahnya bercahaya tertimpa sinar sang rembulan. Kebahagiaan terpancar nyata dalam setiap lekuk wajahnya.

“Ma, ku kira aku telah jatuh cinta!”

--- bersambung ke episode IV ya.. ---

By: Dini Nurdiyanti/Skandal

Efek Samping

Kalau di tilik-tilik, pada kisaran tahun 1999-2003/2004 kondisi keimanan saya lumayan canggih. Saat itu merasa siap mati. Sy tidak khawatir, karena sy menganggap Allah benar-benar dekat, entah sebagai Sahabat untuk berbagi, atau sebagai Tuhan.

Dan diatas tahun itu, yang ada hanyalah radikalisme pemuda, radikalisme ideologi, keinginan untuk eksis dan berkoar-koar, berkobar. Sy masih ‘malu’ untuk mengakui bahwa di dalam diri sy terdapat keinginan untuk ‘terlihat’ become a famous idol of resistance, sementara hati kecil ini sy borgol, sy sudutkan.

“Manusia memang membutuhkan pengakuan,” ucap seseorang yang nafasnya bau Gudang Garam.

Perkataan kawan saya itu memang manis, terasa renyah, kelihatan bijak. Tapi renyah, manis, bijak dari sudut pandang apa? Jika tak menyebabkan datangnya rahmat dan pahala, untuk apa?

Kita mungkin pernah mendengar, bahwa ujian pertama orang-orang besar bukanlah diosol-osol, diadu-adu, tetapi disanjung-sanjung sampai tinggi sampai tak bisa bernafas lagi, karena jiwa ini terbang jauh menuju atmosfer. Karena jiwa ini melayang tinggi membuat sesak.

Tak baik, tak boleh. Sy bukan orang besar. Sy hanya orang kecil yang berusaha untuk membakar keinginan akan semerbaknya sebuah nama. Karenanya, kini, sy berusaha tak peduli dengan ‘eksibionisme’ secular mengenai manusia harus eksis secara total.

Dalam konsep sy yang sekarang: eksis itu tidak berharga apabila pencapaiannya diawali, dilalui oleh keinginan untuk menjadi eksis. Eksis itu harus muncul alamiah. Harus muncul dari valensi. Karena valensi (menjadi terkenal karena usaha, bakat, karena kecedasan, skill) itu merupakan efek samping. Bukan tujuan. Tapi efek samping.

Diposkan oleh Divan Semesta Jumat, 2009 Juni 26 di http://divansemesta.blogspot.com/2009/06/efek-samping.html

notes: ini adalah catatan yang saya curi dari blognya Divan Semesta, maklum sedang buntu menulis... tapi kurang lebih seperti inilah yg ada dikepala saya akhir-akhir ini... terimakasih Divan sudah mengingatkan... semoga Allah dan para Syuhada senantiasa bersama kita...


By:Angga Wedhaswara/Realita

Episode Malam-Malam Diana - PART II

EPISODE II

Besok, hari besar itu tiba. Segala persiapan sudah sempurna. Tak ada satu detailpun yang terlupakan. Diana ingin semuanya berawal sempurna karena dengan begitu ia akan semakin yakin kehidupan pernikahannya nanti akan jadi sempurna tak bernoda. Dan malam ini adalah malam terakhir ia menikmati malam di beranda itu sendiri. Besok akan ada yang menemani malam-malamnya.

“Ma, ini malam terakhir aku sendiri. Aku ingin semua akan berjalan dengan baik. Aku tak mau menjadi seperti Ira dan Anwar. Aku tak ingin menjadi sepertimu,Ma. Maaf, bukan aku tak menghargaimu, Ma, tapi aku tak mau pahitnya pernikahan yang kau alami harus juga aku alami. Ma, restui pernikahanku dan doakan yang terbaik untukku. Aku yakin dia yang terbaik untukku. Dia sudah melengkapi hidupku dengan caranya sendiri. Dia sudah cukup sempurna untukku. Dan itulah yang memberikan aku keyakinan untuk menikahinya.”

Beberapa bulan berlalu setelah acara pernikahan yang menurut Diana sangat sempurna. Sayang tidak begitu dengan pernikahannya. Dan ia kembali terduduk sendiri di beranda kamarnya. Matanya basah, hujan telah turun dari matanya menghiasi malam yang berbintang ini. Kali ini malam tidak berpihak padanya.

“Ma, aku terperangkap sekarang. Apa yang selama ini ku takutkan telah benar-benar terjadi. Aku kecewa, Ma. Cinta itu perlahan terkikis oleh ego kami. Tak mudah ternyata menerima dan memaafkan kesalahan yang dia buat, Ma. Ini sudah keberapa kalinya dia seperti ini. Aku tersakiti, Ma. Aku kira dia lain dari lelaki lainnya. Ternyata dia sama. Dia khianati aku dengan kemesraannya pada wanita lain. Aku sudah berusaha menerima sifatnya yang terkadang terlalu ramah pada wanita lain, tapi tidak untuk bermesraan dengan yang lain. Aku merasa terbuang dan tersia-sia. Aku sadar sekarang, ternyata Mama adalah seorang wanita yang sangat kuat. Entah apa aku bisa sekuat Mama yang harus berbagi suami dengan Bunda. Aku bahkan mungkin tak akan bisa sesabar bunda yang harus menerima kesendiriannya saat Papa meluangkan waktu untuk Mama dan kami anak kalian berdua, Ira, Anwar dan aku. Mama adalah Super Woman, yang tak sedikitpun pernah mengeluhkan tentang hal ini, Mama bahkan rela membagi kasih anak-anaknya dengan Bunda. Aku tak akan bisa seperti kalian berdua. Saat ini saja aku merasa duniaku sudah hancur. Aku ingin sendiri, Ma. Aku akan menutup hatiku sekarang. Sudah cukup semua rasa sakit ini. Aku akan mematikan semua rasaku. Cukup sampai di sini.”

Malam demi malam berganti. Beranda itu tampak selalu sunyi. Tak pernah lagi ada Diana di sana. Hanya sebuah bangku kosong dan semilir angin yang senantiasa menemani kekosongannya.

--- bersambung lagi ---


By: Dini Nurdiyanti/Skandal

sebersit bimbang di titian rindu

semua terlalu bertentangan
tak ada yang sejalan..
apa yang kau katakan..
apa yang ku baca dan ku lihat
semua membaur dan mengabur..
terbitkan bimbang di titian rindu..
hingga akhirnya aku sadarkan diriku
terlalu sulit tuk menggapaimu..
harapkanmu berikan hatimu utuh..
mungkin hanya akan ada dalam imagi..
seperti selama ini..
dalam dunia imagi yang kita bagi..
mungkin tak kan pernah jadi nyata..
dan tak akan ada akhir yang indah..
seperti inginku..
dan semua mungkin kan hanya jadi
sebuah 'andai'..

Dini Nurdiyanti/Skandal

Episode Malam-malam Diana

EPISODE I

“Ma, dia melamarku. Aku bingung, Ma. Dia sahabatku, dan kini dia mengajakku bertunangan. Sudah hampir 7 tahun kami bersahabat.” Diana menghela nafasnya sejenak. Matanya menerawang jauh seolah tengah menelisik langit malam yang kini tak berbintang.

“ Ma,” ia melanjutkan, “Aku takut. Aku tidak siap dengan sebuah keterikatan. Mama tahukan apa yang terjadi saat pernikahan Ira beberapa bulan yang lalu, dia meninggalkan aku, Ma. Dia bahkan mengatakan hal yang sangat menyakitkan. Dia, yang telah cukup lama menjadi kekasih sempurnaku, akhirnya menyakiti aku dengan untaian makinya. Saat itu aku bertekad untuk tidak menikah dalam waktu dekat ini. Mungkin nanti, lima tahun ke depan. Terlebih setelah aku melihat kehidupan rumah tangga kakak-kakakku yang setiap hari selalu dihiasi dengan pertengkaran dan aku juga teringat kehidupan pernikahanmu yang berbalut kisah pilu. Aku semakin yakin aku tidak ingin segera menikah, kecuali aku benar-benar sudah mendapat orang yang sempurna yang tidak akan menyengsarakan kehidupan pernikahanku karena aku belum melihat indahnya sebuah pernikahan dalam kehidupan nyata."

Langit malam berhias kilatan petir yang sesekali menjadikannya terang. Diana masih juga bergelut dengan keraguannya. Rambut hitamnya dia biarkan terurai dan sesekali tersibak angin yang cukup membuatnya merasa perlu untuk merapatkan cardigans kesayangannya. Ia memejamkan matanya sejenak saat langit kembali menjadi gelap setelah kilatan cahaya petir memudar.

“Ma, apa yang harus aku lakukan? Aku bingung, Ma. Dia memang baik dan aku yakin saat ini dia memang sangat mencintaiku. Tapi sampai kapan cinta itu akan ada? Mereka semua juga begitu, sangat mencintai kekasihnya sampai memutuskan ingin segera menikah. Tapi apa yang terjadi saat mereka telah menikah? Sebulan sampai tiga bulan pertama mungkin masih terasa indah, selebihnya.. bagai neraka. Pertengkaran-pertengkaran kecil semakin membesar hingga perlahan mengikis rasa cinta mereka. Lalu?? Aku melihat bagaimana Anwar dan istrinya saling memaki setiap hari sebelum aku berangkat kerja, hanya karena hal sepele. Aku melihat bagaimana Ira yang tengah hamil muda menangis-nangis minta diantar cek kandungan ke dokter karena suami tercinta yang baru ia nikahi beberapa bulan itu menelantarkannya dan lebih memilih untuk hang out bersama teman-temannya. Akulah saksi hidup pernikahan kakak-kakak tersayangku.”

Malam kian larut, keheningan semakin menyeruak. Diana masih juga termenung sendiri di beranda kamarnya. Ia terdiam cukup lama hingga tetesan air mulai turun dari langit dan memaksanya masuk ke kamar tidurnya.

Satu bulan kemudian, di malam yang berbintang, Diana kembali membiarkan dirinya disapu semilir angin malam di beranda kamarnya. Ia tersenyum menyapa bintang. Senyumnya melengkung sempurna bak bulan sabit yang kini tengah menghiasi malam.

“Ma, aku sudah menerima lamarannya. Aku bahkan sudah bertunangan dengannya. Aku tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi aku tak sanggup untuk menolaknya. Aku rasa dia sudah cukup sempurna untukku. Aku bahagia, Ma! Kami akan segera menikah.”

--- to be continued... ---


Dini Nurdianti/Skandal

Cahaya(?)

Pertama...
kutemukan padang dengan labirin terbesar yang pernah kutemui dalam hatiku...
berkelok-kelok, kelokan tajam, panjang, buntu dan gelap....
lelah aku dalam perjalanan menemukan akhirnya...
seakan tak berujung.....

Suatu pada...
kutemukan secercah cahaya (?)
dalam salah satu kelokan tergelapnya.
inikah akhirnya?...
berjalan jauh..
lambat aku padanya...
terbuka sebuah jalan terhampar sebentuk puzzle lebar...
dengan satu kepingnya entah kemana....

Sampai pada cahaya (?) itu
terang diatas letak keping yang hilang itu...
membawa harapan pada sesuatu yang pada awal begitu pekatnya

Bahagia...
tiba-tiba semua dalam padang itu...
labirinku bermekaran tumbuh kembang tak cuma hijau...
berwarna dengan hembusan angin yang menyegarkan
seakan dibentuk cahaya (?) tadi...
lubang itu tempat keping puzzle yang hilang itu...
seakan menutup...(?)
inikah datangnya keping puzzle yang lama hilang itu (?)
inikah akhirnya...
kutemukan keping puzzleku?

Kemudian hembusan itu hembusan bahagiaku...
sejuk...
sejuk awalnya...
dingin..
dingin.
..
kencang hembusannya....
bukan..
buka
n lagi hembusan tiupan...
keras....
keras...
.
badai akhirnya....
porak porandakan semua...
terguncang aku...
mana sandaranku..?

Gelap...
gelap semua...
cahaya(?) dimana???
semua warnaku...
labirinku...
peka
t bagai awalnya...
kembali...
hilang
dan kemudian...
Keriuhan...
riuh...
ramai...

berdentang tak berjeda...
jauh kemudian semakin ramai...
dekat,berdentang semakin kencang...
bagai ditabuhkan langsung didalam otakku...
dalam sadarku...
kuat,sakit terasa pecah..
hancur...
mengoyak ...
pedih luka terasa dirobekkan paksa...

Sakit...
kuatkah aku menanggung bebanku...
tiba-tiba teramat sangat seakan jantung tercerabut paksa dari tempatnya...
merangkak aku dalam napas yang satu..
satu..

Semilir lembut itu menyentuh kulit kalbuku,
membangunkan aku dari pedih perih siksa
tetesan sejuk itu membasuh luka mengangaku.
Kuangkat wajahku...
kubangunkan tubuh dan sadarku...
Sinar benderang itudatang membuka jalan labirinku...
terhampar padanya padang yang membukakan lenaku..
jelas terlihat puzzle itu lengkap sudah...
yang sesungguhnya tak pernah hilang....
terimakasih....
R
abb....


Merrina Listiandari/Jimat