Cerita,part 3

sebetulnya, saat ini aku masih dalam proses membaca sebuah buku tentang cermin. lebih tepatnya tentang seorang anak yang sedang bercermin dan bertemu malaikat yang tidak jauh berbeda dengan dirinya ketika dia menatap cermin.

aku teringat sebuah kisah dimana aku, ketika masih kecil tentu saja, mendapati diri didepan cermin. kutatap wajahku pekat, kutelusuri mataku lekat, dalam sekejap aku segera menutup kedua mataku dan memalingkan wajahku dari cermin. aku tidak mengerti kenapa. tapi aku hanya bisa merasakan sebuah rasa ketakutan yang teramat menyaksikan sebuah ruang gelap yang tak terhingga dalamnya dan hampir saja aku tersedot ke dalamnya.

kualihkan perhatianku dari cermin kepada sebuah buku tulis yang berisikan kertas garis dua yang masih belum ditulisi. terinspirasilah aku untuk menuangkan ide-ide yang penuh menjejali kepala mungilku.

aku ingat sekali, sejak masih duduk di bagku taman kanak-kanak, aku sudah bisa membaca koran, walaupun untuk menghabiskan satu rubrik kolom saja rasanya sangan menguras habis tenagaku, tapi tetap kulakukan dengan intens. bahkan ketika aku menduduki bangku SD, kelas 1, aku sudah bisa membaca dengan tulisan yang posisinya 180 derajat berbeda dengan sudut pandangku.
sepertinya kedua hal tersebut semakin memunculkan minatku dalam bahasa indonesia. aku mulai menyenangi puisi dan senang membuat puisi sendiri. aku menulis puisi kapan saja dan dimana saja. di kertas pembungkus gorengan, tembok, dimana saja.

saat itu aku lupa dengan masalah cermin yang selalu membuatku merinding.

aku terlalu asyik dengan dunia baruku yang menurutku jauh lebih berwarna daripada sekedar sebuah ruang yang hitam pekat diselimuti hawa dingin menusuk yang membuat bulu kuduk siapapun merinding. aku mulai lupa.

aku mulai mengembangkan minatku pada hal-hal yang berbau sastra seperti lagu, buku cerita anak, bahkan sedikit banyak aku sudah memberanikan diri untuk membaca sebuah novel petualangan pendekar naga geni 212. diantaranya, minatku semakin besar terhadap dunia tarik suara karena sepotong kalimat yang diutarakan kakakku tentang nada dan irama sebuah lagu. aku lupa lagi persisnya seperti apa, tapi kurang lebih seperti berikut :"untuk bisa menynyikan sebuah lagu, kita harus bisa merasakan iramanya. jika bisa seperti itu maka tidak ada satu lagupun yang tidak bisa kita nyanyikan."

kubanting stirku dari penikmat sebuah karya sastra menjadi pencipta. aku mulai menulis begitu banyak lirik saat masih duduk di bangku kelas 4 SD. aku mulai menyanyikan banyak lagu untuk menginspirasikan rangkaian nada bagi deretan syair yang telah kutulis. begitu bangganya aku pada hasil ciptaanku. begitu bangganya aku hingga membuatku jatuh terpuruk atas hujatan mereka terhadap karya-karya terbaikku.

marah?? tentu saja aku marah. aku lampiaskan semua kemarahanku melalui suaraku! tak perduli orang berkata apa akan suaraku, tapi suaraku bisa melepaskan endorfin diri. aku bahagia.

Sekali lagi kutatap cermin. aku lupa betapa mengerikannya sebuah jurang tak bertepi yang selalu menghiasi bola mataku di cermin.


By:Vitasari Annisa/Air

0 komentar: