Malam ini langit menurunkan rintik gerimis. Diana berdiri di berandanya. Ia membiarkan tetesan gerimis menerpa wajahnya. Matanya terpejam, wajahnya menengadah menghadap langit. Ia nikmati setiap tetes air yang menyapu pori-porinya. Ada segurat senyum di sana. Angannya berlari mengejar satu bayang yang telah temani hari-hari terakhirnya kini. Seorang sahabat, mantan pacar adik yang tak pernah ia miliki itu.
“Ma, aku benar-benar telah jatuh cinta. Kami kini sering bertemu. Dia telah mengisi kekosongan hatiku. Dia temani hari-hari sepiku. Dia telah beri aku arti hidup. Aku selalu merasa nyaman saat dia ada di dekatku. Aku merasa telah menemukan separuh nafasku yang hilang pada dirinya. Aku merasa seperti menemukan separuh jiwaku. Atau mungkin sebetulnya jiwa ini memang tidak pernah terbelah, namun dia telah melengkapi jiwa ini. Menjadikannya sempurna. Kami telah saling melengkapi satu sama lain.”
Diana lalu membuka matanya. Raut wajahnya tiba-tiba berubah, tak ada lagi senyum, hanya ada sorot kesedihan dan kegundahan. Diana menghela nafas, membebaskan sebagian beban yang mulai menyesakkan hatinya. Gerimis telah menyamarkan butir-butir halus yang kini menetes di ujung kelopak matanya.
“Tapi, Ma, sepertinyai aku mencintai orang yang tidak seharusnya aku cintai. Aku jatuh cinta di saat yang salah. Aku telah menjadi seorang istri dan kini terjebak dengan status pernikahanku. Pernikahan yang tak pernah ada kebahagiaan di dalamnya namun masih juga aku pertahankan hanya untuk menyelamatkan nama baik keluarga kita dan keluarganya. Sementara dia juga telah mendapatkan kebahagiaan dari seorang kekasih yang dia cintai. Tapi aku tak bisa menghindar dari semua rasa ini, Ma. Aku sudah terlalu mencintainya dan aku tahu dia telah mencintai aku juga, meski mungkin tak seutuh cinta yang ku miliki kini. Hanya dia yang mampu kembali mengisi kekosongan ini dan kini aku sungguh takut, Ma. Aku tak mau menjadi sepertimu, yang akhirnya mencintai lelaki yang salah hingga kau menderita. Dan ketakutan itu kini semakin menjadi saat aku merasa aku tak lagi bisa jauh darinya padahal aku sadar kami tak mungkin bersatu. Terlalu banyak pertentangan yang akan kami hadapi, aku tak tahu apa aku kan sanggup hadapi semua kontroversi ini, begitu pun dengan dia. Kami belum mampu membayangkan segala konsekuensi yang akhirnya harus kami tanggung nanti.”
Diana kini menunduk dalam. Air matanya sudah tak lagi mampu disembunyikan gerimis. Bahunya terguncang seolah sedang ada gempa yang bergejolak di dadanya. Malam menjadi kelabu diantara biru yang sempat singgah.
--- masih to be continued ke chapter V :D ---
By:Dini Nurdiyanti/Skandal
“Ma, aku benar-benar telah jatuh cinta. Kami kini sering bertemu. Dia telah mengisi kekosongan hatiku. Dia temani hari-hari sepiku. Dia telah beri aku arti hidup. Aku selalu merasa nyaman saat dia ada di dekatku. Aku merasa telah menemukan separuh nafasku yang hilang pada dirinya. Aku merasa seperti menemukan separuh jiwaku. Atau mungkin sebetulnya jiwa ini memang tidak pernah terbelah, namun dia telah melengkapi jiwa ini. Menjadikannya sempurna. Kami telah saling melengkapi satu sama lain.”
Diana lalu membuka matanya. Raut wajahnya tiba-tiba berubah, tak ada lagi senyum, hanya ada sorot kesedihan dan kegundahan. Diana menghela nafas, membebaskan sebagian beban yang mulai menyesakkan hatinya. Gerimis telah menyamarkan butir-butir halus yang kini menetes di ujung kelopak matanya.
“Tapi, Ma, sepertinyai aku mencintai orang yang tidak seharusnya aku cintai. Aku jatuh cinta di saat yang salah. Aku telah menjadi seorang istri dan kini terjebak dengan status pernikahanku. Pernikahan yang tak pernah ada kebahagiaan di dalamnya namun masih juga aku pertahankan hanya untuk menyelamatkan nama baik keluarga kita dan keluarganya. Sementara dia juga telah mendapatkan kebahagiaan dari seorang kekasih yang dia cintai. Tapi aku tak bisa menghindar dari semua rasa ini, Ma. Aku sudah terlalu mencintainya dan aku tahu dia telah mencintai aku juga, meski mungkin tak seutuh cinta yang ku miliki kini. Hanya dia yang mampu kembali mengisi kekosongan ini dan kini aku sungguh takut, Ma. Aku tak mau menjadi sepertimu, yang akhirnya mencintai lelaki yang salah hingga kau menderita. Dan ketakutan itu kini semakin menjadi saat aku merasa aku tak lagi bisa jauh darinya padahal aku sadar kami tak mungkin bersatu. Terlalu banyak pertentangan yang akan kami hadapi, aku tak tahu apa aku kan sanggup hadapi semua kontroversi ini, begitu pun dengan dia. Kami belum mampu membayangkan segala konsekuensi yang akhirnya harus kami tanggung nanti.”
Diana kini menunduk dalam. Air matanya sudah tak lagi mampu disembunyikan gerimis. Bahunya terguncang seolah sedang ada gempa yang bergejolak di dadanya. Malam menjadi kelabu diantara biru yang sempat singgah.
--- masih to be continued ke chapter V :D ---
By:Dini Nurdiyanti/Skandal
0 komentar:
Posting Komentar