Badai

Awalnya tenang terasa begitu hangat dan damai. Tapi suatu ketika ada yang janggal, aneh, dan mencurigakan, yang masih di dalam hari yang dianggap tenang. Demikian pertanda itu bicara seolah menyapa senyuman ini. Semua pun tau bahwa cuaca hanya diatur oleh penciptanya. Tak bisa dielakan dan tak mampu dicegah.Begitu saja terjadi seolah waktu pun terdiam.Tak dapat dihilangkan dan tak bisa dihentikan.Tapi bermainlah pada dampaknya hingga sekecilnya.

Namun, manusia pun mampu menyelesaikannya dengan berbagai macam cara kreatif sehingga kini dekenal dengan istilah teknologi. Itu pun tak banyak manusia bumi yang dapat melakukannya, hanya benar-benar ketika mereka berbuat demi cinta dan berkata demi tuhan.
Tibalah kedatangannya, ia datang membawa segenap kegelapan bernama awan hitam. Perbedaan suhu di atmosfir seolah terjadi pula pada manusia. Seperti ingin mengendalikan diri, Hujan besar pun tiba mendinginkan. Dan.. kilat yang tak pernah sama bentuknya menancapkan panas ke permukaan bumi yang lembut dan disusul oleh teriakan keras menggemuruh sahut menyahut.

Hingga kilat tadi seolah mereda, seketika itu manusia sadar dan bersyukur, betapa nikmatnya kala hari cerah.Khawatir, takut, gelisahKecewa, kesal, marahTanpa kata bahagia.Ingin cepat keluar, itu jalan yang keliru Ingin cepat berakhir, itu pun dinilai melawan suratan.Dan hanya ada frustasi dengan kebingungan yang maha dahsyat.Manusia dalam pusaran badai. Kali ini ia hanya tenggelam dalam derita batin. Tidak ada yang lebih menduka dari dua peran utama ini, hanya dapat meluapkan energi dan energi yang kadang disebut manusiawi.

Saat manusia benar-benar yakin dia telah mampu melenyapkan badai itu untuk selamanya. Manusia tadi yakin badai telah lepas dari lahir dan batinnya. Namun tiada yang lebih menegerti badai dari Tuhan. Bahkan terkadang badai pun tak mengenali dirinya. Lalu mengapa manusia yang puas berpangku tangan dan tak berusaha lebih mengenal badai itu?. Percayalah, hanya manusia setelah Tuhan yang lebih menegerti badai itu. Kenalilah.

Hari yang cerah terbit dari awan yang tak biasa. Kini angin yang sejuk kembali mendamaikan sanubari terdalam. Ingin begini selamanya, namun itu bukan hidup yang nyata. Mimpi. Bahkan kadang cerita yang ada di mimpi bukan yang terbaik untuk manusia. Manusia harusnya sadar, manusia tengah berjalan diatas permukaan bumi dengan atap yang mengandung air dan api dan lantai yang mengandung air dan api. Kestabilan mereka ada waktunya.

Dan inilah waktunya. Badai tidak pernah datang sesekali untuk menakut-nakuti. Tapi ia punya ruang, musim. Benar kata manusia, tidak demikian dengan badai. Dengan kata lain benar itu relatif dan semua merasa yakin dengan kebenaran masing-masing.
Pecahlah kembali akar-akar langit itu dengan sejumlah energi yang tersisa. Terlihat lebih keras dan terasa lebih hebat. Ternyata manusia tadi tidak memanfaatkan waktunya kemarin saat cerah. Ia telah menjadi manusia yang mundur.

Hingga satu titik, badai tersebut kehabisan energi. Tanpa alasan yang diketahui pasti manusia, badai pun kembali mereda.Dikenalnya ternyata badai amarah itu berbentuk dan bernama banyak, lebih dari dua. Sebab-sebab dan akibat-akibat, kini dapat dibedakan, lebih jelas dan terangkum seluruhnya didalam otak manusia. Otak yang lebih sering digunakan untuk kebingungan darpada berfikir logis. Lalu manusia tadi mengambil tindakan ditengah perjalanan sebab menuju akibat, jauh sebelum akibat membingungkan manusia. Ia telah melangkahkan kaki kanannya selangkah.

Dan kini manusia itu benar-benar berhasil. Manusia tidak pernah merasa cukup puas dengan sebuah keberhasilan.Sehingga kini ia berfikir logis untuk mencegah dan menghalau sebab-sebab yang pasti akan datang menjemput badai kembali. Tidak akan pernah terus stabil. Dan kini ia telah melangkahkan kaki kirinya selangkah. Dan ia terus melanjutkan langkah agar ia menjadi berjalan. Dan masuk ketika manusia itu terjatuh pada saatnya. Badai pasti berlalu dan kembali.
Bangun, Berdiri, dan mulailah kembali melangkahkan kaki kanan selangkah, lalu melangkahkan kaki kiri selangkah, serta terus melanjutkan langkah agar dapa menjadi berjalan, dan terus hingga berlari, berlari mengejar jawaban waktu. Tidak diam.

By Tubagus Aryandi Gunawan/Fase

0 komentar: