Dalam Sunyinya Malam - sekedar coretan kecil

Senja sudah beranjak menghitam, sudah berjam-jam ia terbaring di situ. Sebuah ruangan nyaman berdinding hijau yang menyejukkan. Sudah sejak sore tadi ia di sana, menjalani serangkaian observasi yang melelahkan. Sendiri. Tak ada satu pun yang menemani. Sengaja ia memilih begitu. Ia ingin hadapi sendiri, tunjukan pada dunia ia mampu. Namun, sejalan waktu yang merambat, kala senja yang menguning berubah pekat, ia terjebak di keheningan. Sepi. Sunyi. Terbaring sendiri. Satu-satunya suara yang terdengar hanya detak teratur dari sebuah benda di sampingnya. Sayang, suara itu malah kian menyiksanya.

Ia mencoba pejamkan matanya. Namun kesunyian semakin memicingkan matanya. Sepi dan dingin. Keheningan menjalari setiap rongga di tubuhnya, membekukan aliran darahnya. Ia merasa mati. Jiwanya terampas sunyi. Dinding-dinding hijau disekitarnya menjelma hidup, bergerak mengepungnya, mendekat dan semakin mendekat. Merenggut nafasnya perlahan. Lalu muncul sebuah bayang. Ia melihat dia ada di sana, di sampingnya. Terduduk di sampingnya, tangan kiri dia menggengam erat jari jemarinya. Sementara tangan kanannya memegang sebuah buku. Dia terduduk di sana, sambil perlahan membacakan sebuah prosa dari RECTOVERSO milik Dee. Seolah nyata seperti apa yang pernah dia katakan padanya beberapa hari yang lalu sebelum dia pergi.

Tapi kemudian bayang itu memudar, kian memudar dan dia menghilang, lalu kembali menghadirkan gempuran dinding hijau. Detak teratur yang sedari tadi menemaninya berubah perlahan, menghadirkan irama baru yang ditelinganya terdengar seperti dentuman-dentuman cepat. Rasa sakit seketika menusuk-nusuk kepalanya.

Di batas sadarnya ia mengembara ke sebuah surga kecil di pinggir kota. Sebuah bukit kecil hijau yang damai. Dan kau tau? Ada dia di sana. Dia dengan senyumnya. Dia datang menyambutnya. Dia merengkuh laranya, membawanya kedalam kehangatan peluknya. Memberinya damai. Lalu hangat perlahan menjalari setiap pori-porinya. Ketenangan memeluknya. Lalu senyum mengembang di wajahnya. Ia tetap di sana, di surga kecil milik mereka, di sebuah bukit hijau ditemani langit biru dan kabut tipis yang beranjak turun serta suara alam di kejauhan. Ia tetap di sana, di dalam peluknya. Ia tetap di sana hingga ia benar-benar terlelap dengan senyum di wajah lelahnya.

Dinding-dinding angkuh itu telah kembali ketempatnya. Satu-satunya suara yang terdengar sudah kembali menjadi detak teratur. Ia masih terbaring di sana. Kali ini dengan mata terpejam dan senyum yang mengembang. Dan sebentar lagi, malam kan beranjak pergi. Babak baru dalam hidupnya akan segera dimulai.

By : Dini Ahmad/Skandal

0 komentar: